Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pentingnya Mengingat Allah dan Beribadah Kepada-Nya

Pentingnya Mengingat Allah dan Beribadah Kepada-Nya

بسم الله الرحمن الرحيم
فسبحان الله حين تمسون وحين تصبحون وله الحمد في السموات والأرض وعشيا وحين تظهرون

" Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuhl. Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur. " (Ar-Rum: 17-18)
Wahai saudaraku ! Engkau bertanya padaku tentang hikmah penetapan shalat lima waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Maka untuk kali ini kami akan mencoba mengungkapkan salah satu dari hikmah-hikmahnya yang amat banyak. Ketahuilah, setiap satu waktu shalat merupakan cerminan pelaksanaan perintah Allah yang agung dan tempat tercurahnya ihsanat kulliyyah Ilahiyyah (anugerah Allah yang menyeluruh) dalam pelaksanaan ibadah tersebut. Ia juga merupakan awal perubahan penting.


Maka karena inilah shalat bermakna memperbanyak tasbih dan ta'dzim (pensucian dan pengagungan) kepada al Qadir Dzul Jalal (Allah Yang Maha Kuasa dan Memiliki Keagungan) serta kesyukuran dan pujian atas segenap nikmat-Nya yang tak terkira.

Untuk memahami secarik makna yang tersirat halus dalam hal ini, dengarlah lima nuktah (keterangan) berikut ini !

Nuktah Pertama: Makna shalat adalah menyucikan, mengagungkan dan mensyukuri Allah S.w.t. Kita menyucikan Allah dengan mengucap " Subhanallah. " Kita juga mengagungkan Allah dengan mengucap " Allahu Akbar. " Dan kita bersyukur dengan mengucapkan " Alhamdulillah " dengan lidah dan seluruh jiwa raga kita, memuji sifat keindahan-Nya. Karena itu, Tasbih, Takbir dan Tahmid adalah ibarat benih shalat.

Karena itulah ketiganya terdapat dalam seluruh gerakan dan bacaan sepanjang shalat. Dan inilah tiga kalimah yang diberkahi dan diulangi sebanyak tiga puluh tiga kali setelah shlat untuk mengukuhkan dan menguatkan makna shalat. Makna shalat secara keseluruhan dikukuhkan dengan intisari intisari yang ringkas ini.

Nuktah Kedua: Makna ibadah bagi seorang hamba adalah: sujudnya seorang hamba di hadapan Allah sambil melihat kekurangan, kelemahan dan kefakiran dirinya. Dengan menyadari kelemahan itu ia lalu bersujud dengan penuh rasa takjub dan kasih sayang. Dengan sujud itu seorang hamba merendahkan diri di hadapan kesempurnaan Allah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang.

Sebagaimana kuasa Penciptaan Allah menghendaki pengabdian dan ketaatan, maka kesucian rububiyyah juga menuntut agar hamba melihat kekurangan dirinya melalui istighfar, tasbih dan menyatakan bahwa Rabbnya suci dan bebas dari kekurangan, bersih dan tinggi (munazzah dan mu'alla) dari pikiran batil orang orang sesat, serta suci dan bebas (muqaddas dan mu'arra) dari kekurangan semua alam semesta.

Kesempurnaan qudrat Penciptaan Allah juga menuntut agar seorang hamba untuk berlindung, bertawakal dan menunduk dengan patuh secara mengucapkan " Allahu Akbar " lalu rukuk dengan keagungan kesan-kesan qudrat Samadaniyyah, lalu merendah diri dalam menyadari dan mengagumi berlindung dan bertawakal kepada-Nya. Khazanah rahmat rububiyyah yang tidak berpenghujung juga hamba menyampaikan menginginkan agar berbagai kebutuhannya dan kefakirannya sendiri serta kebutuhan seluruh makhluk dengan lisan permohonan dan doa, serta menyatakan kurnia dan nikmat pemberian Rabbnya dengan syukur " Alhamdulillah. " pujian serta ucapan Maksudnya, perbuatan dan perkataan dalam shalat mengandung makna-makna ini, dan karena itulah shalat ditetapkan oleh Allah.

Nuktah Ketiga: Sebagaimana manusia adalah miniatur alam besar ini dan surah al-Fatihah yang mulia adalah gambaran yang bercahaya bagi al Quran suci ini, maka begitu juga shalat. Ia merupakan suatu intisari nurani menyeluruh bagi semua jenis ibadah dan peta suci yang mengisyaratkan warna-warna ibadah bagi semua jenis makhluk.

Nuktah Keempat: Jarum jam menghitung detik, menit, jam dan hari, yang saling terkait satu sama lain, dan masing-masing menjalankan perannya. Maka begitu juga alam dunia ini, merupakan jam besar Allah. Putaran siang dan malamnya menghitung detik, tahun-tahunnya menghitung menit, batasan umur manusianya menghitung jam, dan putaran umur alamnya menghitung hari. Ia menjaga satu sama lain, menggambarkan satu sama lain, menjalankan peran dan kedudukan masing-masing, bahkan saling mengingatkan satu sama lain.

Contohnya: Waktu Subuh sampai terbitnya matahari menyerupai permulaan musim bunga, detik-detik kehadiran manusia di dalam rahim ibu, serta hari pertama dari enam hari penciptaan langit dan bumi. Ia juga mengingatkan urusan-urusan Ilahi yang terdapat padanya.

Waktu Zuhur juga menyerupai pertengahan musim panas, kesempurnaan masa muda, zaman penciptaan manusia dalam umur dunia dan mengingatkan kita kepada tajalliyat (penampakan) rahmat dan limpahan nikmat yang terdapat di dalamnya.

Waktu Asar menyerupai musim gugur, masa tua dan ' Asrus Sa'adah (kurun kebahagiaan) Nabi Akhir Zaman S.a.w dan mengingatkan urusan Ilahi dan pemberian nikmat ar-Rahman yang terdapat padanya.

Waktu Maghrib menggambarkan tajalliyat jalaliyyah (penjelmaan kehebatan Allah) serta menyadarkan dan membangkitkan manusia dari kelalaiannya mengingat ghurubnya (hilangnya) banyak makhluk di penghujung musim gugur serta kematian manusia dan kemusnahan dunia pada permulaan Kiamat.

Waktu Isyak memberitahu tentang urusan-urusan agung al-Qahhar Dzul Jalal dengan mengingatkan tersembunyinya seluruh penampakan siang. Seluruh benda kini terselubung kafan hitam alam kegelapan. Bumi pun telah mati terselimuti kafan putih musim dingin. Manusia-manusia yang telah mati meninggalkan jejak-jejak peninggalan hidupnya. Kemudian semuanya akan masuk di bawah tirai kefanaan, dan setelah itu pentas dunia yang selama ini menjadi tempat ujian ditutup untuk selama-lamanya.

Waktu tengah malam memperingatkan manusia betapa butuhnya jiwa manusia akan Rahmat ar Rahman dengan memahamkannya tentang musim dingin, kubur dan alam barzakh.

Tahajjud pada waktu tengah malam pun menyadarkan betapa perlunya manusia akan seberkas cahaya dalam kelamnya kubur dan gelapnya barzakh. Tahajud juga membawa manusia insaf untuk menyatakan betapa hanya Allah sajalah Pemberi Nikmat Hakiki. Amat patut bagi manusia untuk memanjatkan syukur dan pujian sambil terus-menerus mengingat nikmat nikmat-Nya yang tidak berkesudahan itu.

Subuh kedua pun mengingatkan Subuh Hari Kebangkitan. Ya, sekiranya subuh malam ini dan musim bunga bagi musim sejuk ini adalah pasti, maka subuh mahsyar dan musim bunga barzakh juga adalah pasti.

Itu berarti bahwa setiap shalat lima waktu merupakan permulaan suatu perubahan yang penting yang akan membawa perubahan perubahan besar. Dengan isyarat pergerakan harian yang agung bagi qudrat samadaniyyah, ia juga turut mengingatkan mukjizat qudrat dan hadiah-hadiah rahmat-Nya pada setiap tahun, abad dan milenium. Maksudnya, shalat fardhu yang merupakan tugas fitrah manusia dan merupakan dasar ibadah, sangat diserupakan dengan ketetapan waktu-waktu tersebut.

Nuktah Kelima: Menurut fitrahnya, manusia lemah, sementara makhluk semua benda mengganggu, dan mempengaruhi menyakitkannya. Dia juga sangat lemah, sementara musibah dan musuhnya amat banyak. Dia terlalu fakir, sementara hajat-hajatnya amat banyak. Dia kurang berupaya, sementara malas serta tanggungjawab hidup amat berat. Kemanusiaan juga telah menghubungkannya dengan alam semesta, sementara kehilangan dan perpisahan semua yang disayangi dan disenangi senantiasa menyakitinya. Akal pun menunjukkan padanya tujuan-tujuan yang tinggi dan buah-buahan yang abadi, sementara tangannya pendek, umurnya singkat, upayanya kurang dan kesabarannya sedikit.

Maka, dapat dipahami dengan jelas bahwa bagi roh yang berada dalam keadaan begini, bermuraja'ah (merujuk) memberitahu keadaannya, memohon taufiq dan bantuan melalui doa dan shalat menghadap al-Qadir Dzul Jalal dan ar Rahim Dzul Jamal pada waktu subuh adalah amat perlu dan ia (shalat Subuh) menjadi sandaran yang amat diperlukan bagi roh untuk menanggung tugas-tugas yang akan ditempuh dan dipikulnya pada dunia siang yang menyusul waktu subuh itu.

Masa waktu Zuhur merupakan detik-detik kesempurnaan siang, kecondongannya ke arah menghilang dan kematangan kerja-kerja harian. Waktu istirahat sementara, menghindar dari himpitan kesibukan, waktu roh memerlukan istirahat dari kelalaian yang ditimbulkan oleh dunia yang fana dan kerja-kerja yang tidak kekal dan berat, serta merupakan detik munculnya pemberian nikmat Ilahi.

Maka, menunaikan shalat Dhuhur sangat baik, menarik, diperlukan dan tepat. Ini karena shalat Dzuhur bermakna roh manusia menyelamatkan diri dari kesempitan dan meloloskan diri dari kelalaian, lalu keluar dari perkara yang tidak bermakna dan tidak kekal itu, lantas bertolak menuju pintu Allah Yang Maha Berdiri dan Kekal Abadi, Yang merupakan Pemberi Nikmat hakiki sambil mendekap tangan, mensyukuri dan memuji semua nikmat-Nya, kemudian meminta bantuan dan menampakkan kelemahannya dengan rukuk di hadapan kebesaran dan keagungan-Nya, dan bersujud di hadapan kesempurnaan-Nya yang tidak akan lenyap dan keindahan-Nya yang tak tertandingi, seterusnya mengumumkan ketakjuban, kasih sayang dan kerendahannya. Manusia yang tidak memahami hakikat di atas bukanlah manusia.

Masa waktu Asar mengenang dan memperingatkan akan musim luruh yang menyedihkan, masa tua yang mensayukan dan musim akhir zaman yang memilukan. Ia juga masa selesainya tugas harian serta masa terbentuknya sejumlah agung karunia Ilahi seperti kesehatan, keselamatan dan kerja baik yang diterimanya pada hari itu. Melalui isyarat condongnya matahari ke arah terbenam, ia seolah masa yang memberitahu bahwa manusia adalah hamba yang bertamu dan semua hal bersifat sementara dan tidak tetap.

Sekarang, roh insan yang menginginkan keabadian dan diciptakan untuknya, amat memuja kurnia dan merasakan kepiluan akibat perpisahan, bangun dan mengambil wudhu untuk mendirikan shalat Asar pada waktu Asar itu. Kemudian sambil mempersembahkan munajat ke hadrat samadaniyyah al-Qadimul Baqi dan al-Qayyumus Sarmadi, dia berlindung di bawah keprihatinan rahmat yang tidak akan lenyap dan tidak berpenghujung. Sambil bersyukur dan memuji nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhitung, dia rukuk dalam rasa kehinaan di hadapan kemuliaan Rububiyyah-Nya.

Kemudian sambil bersujud dengan rasa rendah diri di hadapan keabadian Uluhiyyah-Nya, dia menemui satu hiburan dan satu kenikmatan rohani yang hakiki lalu bersedia menjadi hamba di hadapan kemuliaan-Nya. Justru, hanya manusia yang dapat memahami bahwa mendirikan shalat Asar yang bermaksud seperti di atas adalah satu tugas yang amat tinggi, satu khidmat yang amat tepat dan satu pelunasan hutang fitrah yang amat kena pada tempatnya. Bahkan ia menjadi satu perolehan kebahagiaan yang sangat menarik.

Masa waktu Maghrib mengingatkan akan masa menghilangnya makhluk-makhluk yang jinak dan indah bagi dunia musim panas dan musim luruh dalam perpisahan yang menyedihkan akibat permulaan musim sejuk. Ia juga mengingatkan akan waktu manusia berpisah dari semua kekasihnya dalam satu perpisahan yang menyakitkan akibat kematiannya lalu memasuki kubur.

Seterusnya ia mengenang mengingatkan kepada masa semua penghuni dunia berpindah ke alam lain, masa lampu medan ujian ini dipadamkan dengan kematian dunia dalam goncangan sakarat. Ia juga merupakan satu memberi tamparan keras kepada waktu yang mereka yang memuja para kekasih yang terbenam dalam ketiadaan. dan Untuk menunaikan shalat Maghrib pada waktu begini, roh manusia yang secara fitrahnya menjadi cermin kerinduan kepada zat al-Jamalul Baqi menolehkan wajahnya ke arah takhta agung al Qadim Lam yazal (yang masih ada) dan al-Baqi La yazal (yang tidak akan lenyap) yang melakukan kerja-kerja agung, memutar dan mengubah alam alam yang besar ini.

Kemudian dia mengucapkan " Allahu Akbar " atas benda-benda fana ini dan menarik tangan tangannya dari mereka, lantas mendekapkan tangan untuk berkhidmat kepada al-Maula dan berdiri di hadrat ad-Daimul Baqi. Dengan mengucapkan " Alhamdulillah " dia bersyukur memuji kesempurnaan-Nya yang tiada kekurangan, keindahan-Nya yang tiada banding, dan rahmat-Nya yang tiada akhir. Dengan نستعين إياك نعبد و إياك dia memamerkan ubudiyyah dan memohon pertolongan dari Rububiyyah-Nya yang tiada pembantu, Uluhiyyah-Nya yang tiada sekutu, dan kesultanan-Nya yang agung.

Kemudian dia rukuk pada kebesaran-Nya yang tiada akhir, Qudrat-Nya yang tiada sepadan, dan kemuliaan-Nya yang tiada kelemahan. Dengan menunjukkan kelemahan, kefakiran dan kehinaannya bersama-sama seluruh alam semesta, dia memahasucikan Rabbul Azimnya dengan menyebut " سبحان ربي العظيم "

Kemudian dia bersujud kepada keindahan Zat-Nya yang tidak akan hilang, sifat Qudsiyyah-Nya yang tidak akan berubah dan kesempurnaan abadi-Nya yang tidak akan berganti. Dia menyatakan kasih sayang dan ubudiyahnya dengan meninggalkan selain-Nya dalam ketakjuban dan kerendahan lantas dia menemui al-Jamilul Baqi, ar-Rahimus Sarmadi sebagai ganti dari semua yang fana. Dengan berkata: سبحان ربي الأعلى dia memahasucikan Allah yang munazzah (suci) dari kelenyapan dan bebas dari kekurangan.

Kemudian dia duduk bertasyahhud, menghadiahkan tahiyyat-tahiyyat yang diberkati, salawat-salawat yang baik dari seluruh makhluk atas namanya sendiri, mengucapkannya kepada Zat Yang Maha Indah (al-Jamil Lam yazal) dan Maha Agung (al-Jalil La yazal).

Dengan mengucapkan salam kepada Rasul-Nya yang mulia dia memperbaharui baiatnya dan menyatakan ketaatan kepada perintah perintahnya. Untuk memperbarui dan menerangi imannya dia menyaksikan peraturan berhikmah istana alam semesta ini. Kemudian dia menjadi saksi akan Wahdaniyyah (keesaan) as-Shani ' menjadi saksi akan Dzuljalal serta Muhammad al-Arabi S.a.w yang menjadi tentara kesultanan Rububiyyah, penyampai mardhiyyah Nya (perkara-perkara yang diridhai-Nya) dan penerjemah ayat-ayat kitab alam semesta ini.

Bagaimanakah orang yang tidak memahami bahwa menunaikan shalat Maghrib yang memberi makna seperti di atas merupakan satu tugas yang amat santun dan bersih, satu pelayanan yang amat mulia, satu ubudiyyah yang amat menarik dan cantik, satu hakikat yang amat benar, satu bicara yang kekal dan satu kebahagiaan tiada akhir di rumah tamu yang fana ini bisa menjadi manusia ?

Masa waktu Isyak merupakan waktu sisa-sisa kesan peninggalan siang hari yang masih ada di ufuk turut menghilang, lalu dunia malam meliputi alam semesta. Ia memperingatkan tasarrufat Rabbaniyyah al-Qadir Zuljalal yang merupakan (pengubah malam dan siang) ketika bertukarnya muka surat putih ke muka surat hitam ini dan urusan Ilahi al-Hakim Zul Kamal yang merupakan (penggerak matahari dan bulan) semasa penukaran muka surat hijau musim panas yang indah kepada muka surat putih musim sejuk yang dingin.

Waktu itu juga mengingatkan urusan ilahi Khaliqul mauti wal hayah (Pencipta kematian dan kehidupan) dalam perpindahan sisa-sisa kesan peninggalan ahli kubur secara keseluruhannya ke alam lain dengan terputusnya ia dari dunia ini bersama peredaran masa.

la juga masa yang mengingat dan mengenangkan tasarrufat jalaliyyah (kehebatan) dan tajalliyat jamaliyah (keindahan) bagi Khaliqul ardhi was samawat (Pencipta samawat bumi dan langit) ketika tersingkapnya alam Akhirat yang luas, kekal dan agung setelah kemusnahan dunia yang sempit, fana dan hina secara keseluruhan dan kematiannya dengan sakaratnya yang dahsyat.

Sesungguhnya hanya Zat yang boleh menukar, menulis, memadam dan mengubah siang dan malam, musim sejuk dan panas, dunia dan akhirat seperti halaman sebuah kitab dengan senang sahajalah yang boleh menjadi al-Malik (Pemilik) dan al Mutasarrif (Pengurus) Hakiki, al-Ma'bud (Yang disembah) dan al-Mahbub al-Mahbub (Yang dikasihi) Sebenarnya di alam semesta ini. Ini merupakan keadaan yang membuktikan keberadaan al-Qadirul Mutlaq yang senantiasa menguasai semua ini.

Maka untuk menunaikan shalat Isyak pada waktu Isyak yang bermakna demikian, roh manusia yang lemah dan daif tidak berkesudahan, fakir dan berhajat tiada akhir, masih tenggelam menuju kegelapan suatu masa hadapan yang tidak berpenghujung dan masih terhuyung-huyung dalam peristiwa-peristiwa yang tiada penamat, menyebut " لا أحب الأفلين " seperti Sayidina Ibrahim a.s. Seterusnya dia berlindung di pintu al-Ma'bud Lam yazal, al-Mahbub La yazal dengan shalat lalu bermunajat dengan al-Baqiyus Sarmadi di alam yang fana ini, dalam kehidupan yang sementara, di dalam dunia yang gelap dan di masa depan yang gulita.

Kemudian dia melihat dan meminta keprihatinan rahmat ar-Rahmanur Rahim dan nur hidayah-Nya yang akan menabur cahaya kepada dunianya, menerangi masa depannya, menyapu obat kepada luka-luka yang terjadi akibat perpisahan dan kehilangan semua yang ada dan para kekasihnya melalui penuturan abadi dalam beberapa menit sedikit dari satu umur yang kekal, melupakan dunia dan menuturkan masalah masalahnya melalui tangisan hati di pintu rahmat.

Kemudian (sebagai persediaan) untuk menghadapi segala kemungkinan, sebelum memasuki tidur yang menyerupai kematian, dia melaksanakan tugas ubudiyyah yang terakhir. Maka, untuk menutup buku amalan hariannya dengan husnul khatimah, dia bangun mendirikan shalat, yaitu hadir menghadap hadrat al-Ma'bud dan al-Mahbubul Baqi sebagai ganti bagi semua kekasih fananya, al-Qadirul Karim sebagai ganti bagi makhluk lemah yang menjadi tempat dia mengemis dan hadrat al-Hafizur Rahim untuk menyelamatkan diri dari kejahatan yang membahayakan.

Kemudian dia memulai dengan al-Fatihah, yaitu: Memuja-muji Rabbul Alamin yang merupakan satu zat al-Kamilul Mutlaq dan al-Ghaniyyul Mutlaq, lebih memuji-Nya ketimbang memuji memuji dan berhutang budi kepada para makhluk yang tak bermanfaat, tidak layak (dipuji), tidak sempurna dan fakir.


Seterusnya dia meningkat kepada khitab إياك نعبد yaitu bersama dengan rasa kerdil, ketiadaan dan kesendirian, dia memasuki makam seorang musafir yang manja dan petugas yang penting di alam semesta ini dengan bernaung kepada (Maliki Yaumid Din) yang merupakan Sultan keazalian dan keabadian. Kemudian dengan menyebut نستعين إياك نعبد و إياك dia mempersembahkan ibadah dan permintaan bantuan yang ada pada jamaah terbesar dan jamiah teragung alam semesta atas nama seluruh makhluk kepada-Nya. Dengan menyebut اهدنا الصراط المستقيم dia meminta hidayah kepada Siratul Mustaqim yang merupakan jalan nurani menuju masa kebahagiaan abadi dalam kegelapan hadapan.

Kemudian dengan memikirkan kebesaran Zat Zul Jalal yang mana matahari matahari yang telah bersembunyi seperti tumbuh tumbuhan dan hewan-hewan yang kini telah tidur dan bintang-bintang yang terjaga, yang masing masing menurut perintah-Nya seperti tentara, dan setiap satunya menjadi lampu dan khadam dalam rumah tamu alam ini, dia mengucapkan " Allahu Akbar " lalu tunduk rukuk.

Seterusnya memikirkan sujud teragung seluruh makhluk yaitu sujud jenis-jenis semua yang ada seperti makhluk-makhluk yang tidur pada malam ini pada setiap tahun dan pada setiap kurun termasuk bumi, termasuk dunia, masing-masing seperti tentara yang tersusun, bahkan masing masing seperti tentara yang patuh setelah mengucapka " Allahu Akbar " secara sangat teratur di atas sajadah ghurub sewaktu dilepaskan daripada tugas ubudiyyah duniawi dengan perintah " Kun fa yakun " dalam ketiadaan yaitu waktu mereka dihantar ke alam ghaib.

Sebagaimana mereka akan dibangkitkan menuju alam gaib, seperti itu juga dengan sebagian makhluk yang dihimpun dan dimunculkan pada musim semi indah. Mereka bersiap siaga berkhidmat kepada Tuhan dengan satu laungan penghidupan dan pembangkitan yang datang dari perintah " Kun fa yakun ". Maka, karena mencontohi mereka, manusia kerdil ini turut berkata " Allahu Akbar " lalu bersujud dalam mahabbah (kasih sayang) yang bercampur ketakjuban, kerendahan diri yang bercampur kebaqaan dan tazallul (rasa hina) yang bercampur kemuliaan di gerbang hadrat ar-Rahman Zul Kamal dan ar-Rahim Zul Jamal itu.

Sudah tentu engkau telah memahami bahwa menunaikan shalat Isyak yang membawa maksud seperti di atas yakni satu cara untuk naik ke mikraj merupakan satu tugas khidmat, satu ubudiyyah dan satu hakikat benar yang amat menarik, sangat cantik, begitu menawan, sungguh tinggi, teramat mulia, diterima akal dan benar.

Maknanya, oleh sebab setiap satu daripada lima waktu shalat ini merupakan isyarat perubahan yang agung, pertanda urusan Rabbaniyyah yang besar dan alamat pemberian nikmat Ilahiyyah yang menyeluruh, sesungguhnya pengkhususan fardhu shalat yang merupakan hutang dan tanggung jawab pada masa-masa tersebut, itulah puncak hikmah.

Mahasuci Engkau wahai Tuhan. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Mahabijak. Ya Allah, sampaikan selawat dan salam kepada sosok yang Kau utus sebagai pengajar bagi hamba hamba-Mu untuk memberitahukan bagaimana cara mengenal dan beribadah kepada-Mu di mana beliau juga sosok yang memperkenalkan kekayaan nama-nama-Mu, penafsir ayat-ayat kitab alam-Mu, serta lewat ubudiyahnya menjadi cermin terhadap keindahan rububiyah-Mu. Juga, kepada_keluarga dan seluruh sahabatnya. Kasihi kami serta seluruh kaum mukmin. Kabulkanlah wahai Dzat Yang Maha Pengasih lewat rahmat-Mu.