Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Menjual Emas Lama Dengan Emas Baru

Hukum Menjual Emas Lama Dengan Emas Baru




Bersama Ammar, Syaikh berangkat menuju pasar emas”Al-Marjan”. Kedua orang itu berkeliling di toko-toko emas. Ketika mereka sedang berkeliling, tiba-tiba Ammar terhenti karena posisi seorang lelaki membawa emas lama yang ingin ditukar dengan emas baru. Apa yang dilakukan oleh lelaki itu ? Lelaki itu menemui seorang pedagang emas dan berkata kepadanya :”Aku punya emas lama yang ingin dijual lalu membeli emas baru ?”



Pedagang emas itu berkata:”Silakan, mana emas lama itu ?”

Pedagang tersebut kemudian menimbang emas lama itu dan ternyata beratnya mencapai seratus gram.

Saat itu harga satu gram emas dua puluh lima pound. Pedagang emas itu berkata kepada orang itu,”Kamu mempunyai uang pada kami 2.500 pound. Apa yang kamu inginkan ?”Pedagang itu tidak memberikan harga seratus gram emas itu.

Lelaki itu kemudian mengambil sampai akhirnya mencapai seratus gram emas baru dengan nilai per gram adalah tiga puluh pound.

Pedagang emas berkata kepada lelaki itu,”Kamu mengambil seratus gram emas baru dengan harga per gram tiga puluh pound. Dengan demikian, nilai keseluruhannya adalah tiga ribu pound. Jadi, sekarang kami ingin lima ratus pound lagi darimu sebagai penyempurnaan total uang yang ada pada kami.”

Melihat itu Ammar bertanya,”Bagaimana hukum transaksi jual beli ini secara agama ?”

“Haram, tidak boleh,”jawab Syaikh.

“Apakah Anda mengizinkanku untuk berbicara dengan mereka ? tanya Amar kepada Syaikh.”“Tidak mengapa, silakan,”jawab Syaikh.

Ammar kemudian menghampiri pemilik toko dan pembeli itu. Ia berkata kepada keduanya,”As-Salamu'alaikum warahmatullah.”

“Wa'alaikum salám warahmatullah,”jawab si pedagang emas.

Dengan menyunggingkan senyum, Ammar berkata,”Semoga Allah merahmati kalian berdua. Ammar lalu membaca syair.

Aku belum melibat cacat pada cacat orang-orang

Seperti lemahnya orang-orang yang mampu untuk menyempurnakan

Masya Allah, tampak kebaikan pada wajah kalian. Aku mohon agar Allah menjadikanku dan kalian sebagai ahli kebaikan. Bentuk jual beli yang berlangsung antara kalian berdua, menurutku itu tidak sah. Jual beli dengan bentuk seperti ini adalah batil. Bagaimana pendapat kalian berdua ?”“

Bagaimana bisa,”tanya pedagang.

“Aku ingin mengenalmu terlebih dahulu,”kata Ammar.

“Abu Faris bersamamu,”kata si pedagang emas.

“Abu Jihad,”ungkap lelaki yang akan membeli emas itu.

“Saudaramu di jalan Allah, Ammar,”kata Ammar.

“Bagaimana bisa kamu katakan bentuk transaksi ini haram ? Siapa yang mengharamkannya ?”Abu Faris bertanya kepada Ammar.

“Pengetahuanku dengan pengetahuanmu sama. Kita sama-sama tidak punya ilmu. Tapi, aku bersama Syaikh yang agung dan alim yang mulia. la datang bersamaku karena mencari sesuatu di pasar emas ini. Syaikh sedang mengamati komoditas yang dipamerkan di toko-toko. Bagaimana pendapat kalian kalau kita bertanya kepadanya ?”

“Ayo, silakan panggil dia,”kata Abu Faris setuju.

Ammar berkata,”Silakan ya Syaikh -semoga Allah memberkatimu-. Kami ingin meminta penjelasan tentang permasalahan ini.”Abu Faris lalu membawa sebuah kursi untuk Syaikh dan ia pun menyambutnya.

“As-Salamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,”kata Syaikh memberi salam.

“Wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab semuanya.

Abu Faris berkata,”Semoga Allah memberkatimu ya Syaikh. Bentuk jual beli yang berlangsung sekarang adalah, konsumen datang dengan membawa emas lama untuk dijual, lalu membeli emas baru dari hasilnya. Konsumen itu menjual emas lama dengan harga 1.000 pound, misalnya, lalu membeli emas baru dengan seharga 1.500 pound. Tetapi, kami tidak memberikan uang dari hasil penjualan emas yang lama kepadanya. Melainkan, kami berkata kepadanya, 'Kamu punya 1.000 pound pada kami. Ayo lihat, apa yang akan kamu beli dan emas baru. Konsumen itu kemudian membeli emas baru dengan harga 1.500 pound. Maka, kami berkata kepadanya : ' Kamu harus membayar 500 pound lagi. Ia kemudian memberikan 500 pound itu dan mengambil emas barunya, kemudian pergi. Bagaimana hukum transaksi seperti ini ?”

Syaikh menjawab,”Semoga Allah menyelamatkanmu. Bentuk jual beli ini tidak sah dan batil. Sebab, Nabi bersabda : Janganlah kama menjual emas dengan emas, kecuali semisal dengan semisal, dan janganlah kamu melebihkan sebagiannya atas sebagian (yang lain). Janganlah kamu menjual uang dengan uang kecuali semisal dengan semisal, dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya atas sebagian (yang lain). (Hadis riwayat Al-Bukhari 2177 dan Muslim 1584).

Pengertian melebihkan sebagiannya atas sebagian (yang lain) adalah, jangan-lah kamu melebihkan sebagiannya atas sebagian yang lain. Sehingga, kamu berkata, ' Ini baru dan ini lama. Yang baru itu lebih istimewa. Ini adalah riba yang diharamkan. Sebab, itu merupakan perjualan emas dengan emas dengan selisih. ' Nabi bersabda : Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali berat dengan berat (sama beratnya), semisal dengan semisal (sama jenisnya), dan sama dengan sama. (Hadis riwayat Muslim 1584).

Dan sabda Nabi :


الذهب بالذهب وزنا بوزن مـثلا بمثل ، والفضة بالفضة وزنا بوزن مثـلا بمثل ، فمن زاد أو استزاد فهو ربا

Emas itu dengan emas, berat dengan berat, semisal dengan semisal, Dan perak itu dengan perak, berat dengan berat, semisal dengan semisal. Barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan, maka itu adalah riba. (Hadis riwayat Muslim 1588, 84 dan Ibu Majah 2255).

Sabda Nabi : menambahkan atau meminta tambahan artinya, adalah memberikan tambahan atau meminta tambahan.

Ibnu Syadad berkata, ' Di dalamnya terdapat dalil bahwa menjual perhiasan dengan perhiasan itu tidak boleh, kecuali apabila kedua perhiasan ini sama dalam beratnya. Tidak boleh meminta tambahan karena pencetakan proses pembuatan-sebab itu adalah menjual emas dengan emas.

Lagi pula bentuk transaksi yang kalian langsungkan adalah dua transaksi penjualan dalam satu transaksi penjualan, sementara Nabi telah melarang dua transaksi penjualan dalam satu transaksi penjualan. Artinya, tidak boleh menjual emas dengan emas kecuali apabila sama. Dengan demikian, ia memberimu seratus gram emas lama, lalu kamu memberinya seratus gram emas baru.”

Abu Faris berkata,”Semoga Allah melindungimu. Ini kezaliman terhadapku. Sebab, aku akan merugi dalam biaya pembuatan dan yang lainnya. Di mana keuntunganku ? Apa yang aku dapat dari hal itu ? Aku akan rugi dengan cara seperti itu.”

“Bukankah ada solusi syara ' untuknya ya Syaikh,”kata Ammar, memotong.

Syaikh berkata,”Belilah emas lama darinya dan selesaikanlah transaksi dengan memberikan harga (uang) emas lama terlebih dahulu, sampai ia memasukkannya ke dalam kantongnya. Lalu, barulah ia mulai transaksi yang baru, bila ia ingin membeli emas darimu. Kamu harus menimbang emas baru yang akan dibelinya itu. Selanjutnya ia memberikan harga emas baru tersebut kepadamu.

Dengan demikian, kamu menjadikan dua transaksi itu berbeda dan terpisah.”Dengan nada mencemooh dan mengolok-olok Abu Faris berkata,”Di mana telingamu tuan ? Ya Syaikh, apa bedanya antara uang hasil penjualan emas lama itu berada padaku atau padanya, jika sekarang ia ingin membeli emas baru dariku, dan memberikan hasil penjualan emas lama itu ditambah dengan uang yang lain karena perbedaan harga emas yang baru.”

Syaikh menjawab,”Perbedaannya sangat luas, sebab :

Pertama, akal tidak dapat melakukan intervensi terhadap nash-nash syara '. Apabila Allah menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya, maka kita tidak boleh memasukkan akal ke dalam nash-nash syar’i. Sebab, ini merupakan pertanda lemahnya iman. Sementara Ali ra pernah berkata, ' Seandainya agama itu dengan logika, niscaya mengusap bawah khuf itu lebih utama daripada punggungnya. Maka, apabila hikmah dari nash tersebut tampak kepada kita, maka itulah yang menjadi alasannya. Tapi bila tidak, maka kita tidak berhak mengintervensi dan kita tidak boleh menghukumi dengan akal pada nash. Inilah perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Mu'tazilah.

.Kedua, berbagai permasalahan kadang tampak sama pada bentuknya. Namun dalam syara' hukumnya berbeda. Simaklah olehmu dua bentuk permasalahan yang tidak ada banyak perbedaannya dari sebagian lainnya.”

“Apa kedua permasalahan itu,”tanya Abu Faris memotong.

Syaikh menjawab,”Pertama seorang lelaki datang kepada lelaki yang lain dan berkata kepadanya : ' Berikanlah putrimu kepadaku untuk aku gauli. Ambillah seribu pound ini dan saksikanlah atas hal itu. Lalu, lelaki itu menerima. Apa pendapatmu dalam hal ini ?”

“Ini zina, sementara keridaan lelaki itu tidak bisa menghalalkan yang haram,”jawab Abu Faris.”

Bagus,”kata Syaikh.

Syaikh melanjutkan penjelasannya :”Kedua, seorang lelaki datang kepada lelaki yang lain dan berkata kepadanya, ' Kawinkan aku dengan putrimu! Ambillah seribu pound ini dan saksikanlah atas hal itu. Apa pendapatmu ?”

“Ini perkawinan yang dibolehkan, tidak ada apa-apa,”jawab Abu Faris.

Syaikh meneruskan,”Jadi, yang membedakan hukum dari bentuk pertama ke bentuk kedua adalah satu ucapan saja, yaitu”Berikan kepadaku, dan kawinkan kepadaku. Lalu, masuk akalkah bila kita katakan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua bentuk itu ?”

“Tentu tidak,”jawab Abu Faris.

Syaikh berkata,”Permasalahan sekarang adalah semisal dengan persoalan tadi. Oleh karena itu, harga dari emas lama itu tidak boleh ada padamu, agar si pembeli melunasi harga emas yang baru. Tapi harus melalui akad untuk kedua transaksi yang berbeda. Hal ini berdasarkan hadis-hadis telah aku sebutkan. Juga, hadis Abu Sa'id Al-Khudri yang -semoga Allah meridainya- berikut ini.

Bilal datang kepada Nabi dengan membawa kurma yang bagus. Nabi bertanya kepadanya : Dari mana ini ? Bilal menjawab, ' Aku punya kurma yang buruk. Aku kemudian menjual dua sha ' darinya dengan satu ha ' (kurma yang baik), untuk memberi makan Nabi. Lalu Nabi bersabda kepadanya ketika itu : Aduh, aduh, ini riba, jangan kamu lakukan. Tapi, bila kamu bendak membeli, maka juallah kurma (yang buruk) dengan penjualan, lalu belilah (kurma yang baik) dengan (hasil)nya.

Bilal memberi kurma yang buruk itu dengan banyak, sementara ia mengambil kurma yang baik hanya sedikit. Dengan demikian, terjadi selisih dalam jenis yang satu, persis seperti yang kamu lakukan sekarang. Kamu mengambil emas yang lama sebanyak seratus gram dan memberikan emas yang baru sebanyak seratus gram. Namun, pembeli memberikan pembeda kepadanya. Maka, terjadilah selisih (kelebihan) yang dilarang dalam hadis.

Solusi syara' dalam bentuk yang diharamkan ini adalah sebagaimana yang Nabi ajarkan kepada Bilal, yaitu menjadikan kedua transaksi itu sebagai dua transaksi yang berbeda dan terpisah, kurma yang buruk itu dijual terlebih dahulu, lalu harganya dipegang. Setelah itu barulah dilangsungkan pembelian kurma yang baik. Ini merupakan solusi yang sama seperti yang telah aku jelaskan padamu di atas. Apa kamu mengerti ?”

“Ya,”jawab Abu Faris.

Syaikh berkata,”Cara yang kalian tempuh itu tidak boleh. Sebab, itu adalah riba yang diharamkan sebagaimana dapat dilihat dengan jelas dari sabda Rasulullah :.....inti riba.....

Emas itu seperti kurma, sama-sama dari jenis ribawi yang diharamkan adanya kelebihan pada satu unsur yang sejenis. Sementara itu, Syaikh bin Baz telah mengeluarkan fatwa tentang haramnya cara yang kamu lakukan dalam permasalahan ini. Ini dia redaksinya.

Pertanyaan : Seorang perempuan berangkat ke pasar emas dengan membawa emas yang lama. Lalu ia memberikan emas tersebut kepada tukang cetak (maksudnya, penjual emas juga) dan berkata, Perkirakanlah untukku harganya. Lalu, si tukang cetak itu memperkirakan harga emas itu untuknya. Perempuan itu kemudian berkata kepadanya, Berikanlah kepadaku emas yang baru dengan harga emas ini (maksudnya, emas yang lama) ! Apakah dalam hal ini ada yang bertentangan dengan syariat Islam yang toleran ?

Syaikh bin Baz menjawab,

Jawaban : Traksaksi ini tidak boleh. Sebab, ini adalah menjual emas dengan emas tanpa diketahui adanya unsur kesamaan. Adapun yang hukumnya sah sebagaimana Rasulullah bersabda :


الذهب بالذهب مثلاً بمثل ، سواء بسواء ، وزنا بوزن يدا بيد ، فمن زاد أو استزاد فقد أربى

Emas dengan emas, semisal dengan semisal, sama dengan sama, berat dengan berat, dan tunai. Maka barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan, sungguh ia telah berbuat riba

Tidak boleh menjual emas dengan emas yang lain dengan adanya tambahan. Sebab, itu akan menghalangi adanya kesamaan yang disyarat kan dalam sahnya transaksi. Metode syara' dalam hal ini adalah perempuan tersebut harus menjual emas yang ada padanya dengan harga yang tersendiri, yang ia terima dari pemilik emas. Lalu, barulah ia membeli keperluannya dari si tukang emas itu atau dari yang lainnya, dengan transaksi yang tersendiri, yang tidak mengandung riba.”

Ammar berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan memberkatimu ya Syaikh.”

“Semoga Allah memberikan pahala untukmu. Demi Allah, dulu aku tidak tahu apa pun tentang hal ini,”sambut Abu Faris.

Syaikh berkata,”Saudaraku, tidak seyogianya seorang manusia melakukan suatu aktivitas, sampai ia mengetahui hukum Allah dan Rasul-Nya dalam aktivitas tersebut, serta penyelewengan-penyelewengan gariyah dalam proyek itu.”

“Aku berjanji padamu ya Syaikh bahwa aku akan bertanya tentang setiap transaksi dalam proyek ini, insya Allah. Sejak sekarang, aku pun akan menerapkan hukum ini terhadap pembeli,”ungkap Abu Faris, berjanji

Syaikh berkata,”Semoga Allah memberikan taufik untukmu untuk menaati-Nya, wassalamu'alaikum.”

“Tidak, demi Allah, kalian berdua tidak boleh pergi sampai minum minuman dingin,”bantah Abu Faris, melarang.

“Semoga Allah melindungimu. Maafkan kami. Kami terburu-buru karena ada suatu urusan,”jawab Syaikh, menampik.

“Aku telah bersumpah kepada kalian,”jawab Abu Faris.

Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”

Abu Faris segera mengutus pegawainya untuk menghidangkan minuman dingin. Mereka duduk sambil minum minuman dingin.


Tulisan Dari Buku Tahdzir Al-kiram min Mi'ah Bab min Abwa Al-haram oleh Ibrahim bin Fathi bin Abd Al-Muqtadir