Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kemuliaan Para Shahabat Nabi

Kemuliaan Para Shahabat Nabi
    Gambar bersumber dari: https://pixabay.com/

PARA sahabat Rasulullah adalah manusia pilihan yang berhak menemani dan bersahabat dengan Rasulullah, sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dipilih untuk membawa risalah-Nya. Allah ridha pada mereka, membersihkan mereka dan menyebutkan mereka. Maka barangsiapa yang mencintainya, dia tidaklah mencintai kecuali kebaikan. Dan cintanya tidak akan memberikan manfaat kecuali pada dirinya sendiri. Barangsiapa yang mencelanya, maka sesungguhnya dia telah menempelkan aib pada dirinya. Nasibnya menjadi jelek dan nyata ia telah menyia-nyiakan hidupnya.

Mereka adalah kaum yang menyaksikan turunnya Al-Qur'an secaa langsung, dan mengetahui takwil. Mereka bergerak ke depan saat orang- orang pada surut dan mereka mengetahui waktu-waktu ingkar. Mereka adalah kaum yang niatnya murni bersih, amalnya adalah amal saleh, hawa nafsunya telah mati. Semua kehendak Allah adalah yang menggerakkan kesibukan mereka, mengikuti sang Makshum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang telah menjadi urusan terpenting mereka. Mereka keluarkan harta benda dan mereka tersembuhkan dengan ketertarikannya dengan agama. Mereka keluar dari dunia namun dalam hatinya semangat kerinduan tetap menyala. Maka keluar dari jiwa mereka upuas "Mereka rasakan segarnya kematian, seakan Tidak keluar dari dunia saat mereka dibunuh.

Baca juga: Nabi Muhammad, Pelita di Tengah Kegelapan

Mereka senantiasa bersandar pada dalil, berjalan dengan serius, mengambil hujjah, beribadah berdasarkan atsar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka tinggalkan cara beragama yang berbelit-belit (tanaththu'), sebab sang Muallim Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ada di tengah mereka. Mereka meninggalkan cara beragama yang meriukik- nukik dan mendalam (ta'ammug) sebab wahyu selalu turun atas mereka pagi dan sore melalui sang Nabi. Mereka membuang semua sikap beragama yang terlalu membebani karena mereka merasakan beragama dengan cara yang lapang (hanafiyyah samhah). Mereka lari dari omongan tak jelas juntrungnya, sebab mereka memiliki tugas untuk memperbaiki dunia.

Mereka tinggalkan main-main karena mereka membawa amanat untuk menyelamatkan manusia. Mereka gadaikan kepala mereka pada pedang di saat manusia berebut dirham-dirham yang berjatuhan. Mereka mengalirkan air mata rasa takut (khasyhah) di saat orang lain mengalirkan minuman-minuman keras warna merah di atas kedua bibirnya di malam- malam pesta. Tidaklah sekali-kali mereka membuka matanya seperti di akhir malam kecuali gelombang istighfar telah memenuhi rongga mulutnya. Tidaklah mereka mengangkat dahinya dari sujud kecuali mahkota harga diri telah bertengger dalam dirinya.

Mereka menyembah Allah setulusnya, maka tunduklah para para penguasa-penguasa zhalim di depan kakinya. Mereka berlari kecil menuju akhirat, maka berlarianlah dunia di belakang mereka untuk menjebak mereka. Mereka menyambung jiwanya dengan langit, maka bumi pun bersimpuh pada mereka. Kisah mereka adalah kisah terindah. Sebab mereka adalah bintang gemintang di malam nan benderang. Lalu apakah ada seseorang yang tidak suka pada gemintang.




Sumber:

Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni