Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Metode Beragama Yang Benar

Metode Beragama Yang Benar

BAGI setiap orang yang menghormati akalnya dan menisbatkannya dirinya pada syariah , serta mengafiliasiakan dirinya pada agama , hendaknya dia memperhatikan nash ( teks ) syariah , baik dari Al - Qur'an ataupun sunnah . Dia harus lebih banyak memperhatikan nash - nash itu daripada perhatiannya kepada keterangan , komentar, catatan dan bantahannya , yang telah ditambahkan oleh manusia atas nash itu .

Sebab hanya dengan nashlah Allah akan memancarkan cahaya keimanan di dalam hati , berkah pemahaman di dalam pikiran , dan pancaran hikmah di dalam nurani . Nashlah satu - satunya yang harus dipikirkan , direnungi dan dipelajari dengan mendalam Alangkah serupanya orang yang memalingkan ' leher - leher ' nash dari tujuannya dengan perkataan dan penjelasan mereka , dengan orang - orang yang mengeluarkan mutiara berharga dari kedalaman laut kemudian banyak disentuh tangan - tangan hingga hilang keindahan dan cahayanya .

Sesungguhnya barang paling jernih di sungai adalah yang diambil dari sumber aslinya secara langsung . Demikian pula dengan nash . Yang paling bermanfaat dalam membacanya adalah membaca Al - Qur'an dan Sunnah secara langsung , dan secara terus menerus memahami dan mentadabburinya . Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

" Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al - Qur'an ataukah hati mereka terkunci" ( Muhammad : 24 )

Sesungguhnya sesuatu yang paling segar dan tawar dari air hujan adalah sebelum dia menyentuh bumi dan sebelum dia bercampur dengan tanah . Demikian pula dengan nash syariah , baik ayat atau hadits, yang paling tawar dan segar adalah yang diambil langsung tanpa melalui perantara dan mediator , melalui pensyarah pemberi komentar atau yang menafsirkan . Sesungguhnya yang kau lihat dari timbunan syarah ( keterangan nash ) itu baru muncul pada masa dimana Islam berada dalam titik lemahnya , dan kurusnya tabiat .

Di masa jumudnya pemikiran , mandulnya emosi , melemahnya semangat , dan jatuhnya tekad kuat . Sebab jika tidak , maka pada masa sahabat , di sana tidak ada kecuali " zaman nash " , dimana nash dipahami sesuai dengan konteks bahasa , dan diambil sesuai zhahir pembicaraan . Apakah ada di masa sahabat tafsir - tafsir yang mencapai ratusan jumlahnya ini ? Juga keterangan hadits yang melampaui batas. Dan ilmu - ilmu lainnya semisal Ushul Fikih, Ulumul Quran dan Mushtalah Hadits .

Andaikata ini semua ada pada para sahabat, maka pastilah akan memalingkan kenikmatan hidup bersama nash - nash yang penuh berkah dari ayat atau hadits, dan akan memutus sepotong pikiran mereka untuk memperhatikan perkataan manusia , keterangan mereka dan penjelasan mereka Sesungguhnya sebaik - baik kehidupan para sahabat adalah konsentrasi penuh terhadap wahyu, dan fokus mereka yang demikian menakjubkan terhadap nash, dan semangat mereka yang demikian hangat untuk senantiasa berinteraksi langsung dengan nash syariah .

Di antara pekerjaan sahabat yang paling wangi adalah sorotan mata mereka terhadap jalan terang nash - nash syariah , dari Al - Qur'an dan sunnah tanpa penjelasan dan taklid , atau hambatan dari perkataan orang - orang yang dibuat - buat , atau penyimpangan syubhat orang - orang yang menuruti hawa nafsu . Tak banyak perkataan sahabat , namun amal mereka demikian banyak . Pemahaman mereka demikian mengalir , pengetahuan mereka demikian agung . Sebab mereka bersentuhan langsung dengan jantung hakekat , mereka berpegangan langsung pada ujung tali , dan berkomitmen penuh dengan sikap moderat .

Mereka tahu bahwa Al - Qur'an itu adalah jelas dan gamblang penuh cahaya dan mukjizat . Mereka mempelajarinya dengan penuh kelhusyu'an dan tunduk di depan keindahan bahasanya. Pandangan mereka bersujud di mihrab kelasihannya . Mereka pun mendapatkan hidayah dengan hidayahnya . 

Mereka mampu berjalan dengan lenteranya . Mereka tahu bahwa sunnah adalah ucapan dari manusia paling fasih di dunia , dan sebuah ungkapan paling baligh dari orang yang indah bicaranya saat berbicara . Maka , mereka pun mengambil petunjuknya tanpa dikurangi , tanpa pula ditambah . Al Qur'an demikian fasih , bercahaya dan penuh mukjizat , hingga datang orang - orang yang berlebihan yang membanjiri nash pada lembaran - lembaran buku dengan keterangan , dan perkataan yang mengada - ada mengenai Al - Qur'an Sehingga , dengan jilbab ucapannya hampir saja keterangan itu menutup cahaya Al - Qur'an , yang membuatknya kehilangan kesegaran , keindahan dan kekuatannya .

Alangkah fasihnya jika seorang muslim diam di mihrab pemahaman nash syariah dan memburu tujuan - tujuan firman dan sabda dengan lentera hatinya . Memungut mutiara - mutiara mukjizat dengan pemahamannya . Namun ada sebagian orang yang lebih menganggap penting keterangan , penjelasan dan komentar serta semua tambahan , sehingga mereka terseret arus untuk tidak bisa menikmati kenikmatan dan keindahan nash syariah . Ghalibnya nash - nash syariah itu menampilkan dirinya pada manusia dalam keadaaan gampang dan mudah serta penuh cahaya .

Sesungguhnya sebagian besar Al - Qur'an dan sunnah adalah ungkapan yang demikian jelas dan tidak membutuhkan penjelasan Ayat Allah adalah mukjizat yang memberikan dampak demikian baik , memberikan pelajaran pelajaran dan demikian menembus pikiran - pikiran . Hingga suatu waktu datang seorang ahli ilmu kalam yang belajar memahami mukjizat Al - Qur'an . Sementara itu dia sama sekali tidak berinteraksi secara intensif dengan wahyu sehingga ia layak untuk menjelaskan maksud ayat tanpa melalui ilmu dan pendapat dari kalangan Salafus - shalih . Saya berada di depan ' bangunan - bangunan yang tertata rapi dari tafsir tafsiritu . Saya hampir membaca sebagian besarnya . 

Namun ternyata , tidaklah buku - buku tafsir itu menambahkan sesuatu pada saya kecuali pikiran saya semakin terserak - serak dan pemahaman saya semakin tertutup . Kemudian saya kembali pada Al - Qur'an langsung , temyata makna yang dimaksud demikian indah ada pada saat pandangan pertama . Dimana firman Allah itu menafsirkan dirinya sendiri dengan jernih , luhur , indah jelas dan gamblang .




Sumber:

Saduran dari Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni