Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahaya Penyembelihan Hewan bukan Atas Nama Allah

Bahaya Penyembelihan Hewan bukan Atas Nama Allah

Hewan ternak yang disembelih bukan dengan nama allah atau atas nama berhala, diharamkan dalam islam berdasarkan dari ke tiga ayat al-qur’an yaitu (2) ayat yang ke-173, (5) ayat yang ke-3 dan (6) ayat yang ke-145.

Di samping dari pada itu ada ayat lain yang juga memberi pengertian serupa yaitu QS AI-An'âm (6) ayat yang ke-121 yang bunyinya:

Janganlah kamu memakan apa-apa yang tidak disebut nama Allah atasnya, karena yang demikian itu adalah kefasikan.

Dalam ilmu fiqih diterangkan secara rinci mengenai syarat-syaral penyembelihan hewan ternak agar dagingnya halal untuk dimakan. Secara umum syarat-syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan orang yang menyembelih, cara dan tujuan penyembelihan, bagian tubuh hewan yang harus disembelih dan alat penyembelihan.

Penyembelih atau orang yang menyembelih harus seorang muslim dan diperbolehkan juga ahl al-kitab berdasarkan surat Al-Maidah (5) ayat yang ke-5 yang artinya:

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahlul al-kitab halal untuk kamu dan makanan kamu halal bagi mereka.

Yang dimaksud dengan ahl al-kitab adalah yang beragama Yahudi atau Nasrani. Dari ayat tersebut di atas, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelihan harus dilakukan oleh seorang yang beragama Islam, atau yang beragama Yahudi atau Nasrani.

Baca juga: Bahaya Makanan Halal Perspektif Kesehatan

Tujuan dan cara penyembelihan.

Tujuan penyembelihan adalah untuk memperoleh bahan makanan daging yang halal. Dalam mengambil nyawa hewan itu semata-mata untuk dimakan dengan izin Allah, bukan untuk dianiaya. Adapun caranya ialah dengan merebahkan hewan itu ke rusuk sebelah kirinya agar mempermudah bagi orang yang menyembelihnya. Ada beberapa cara penyembelihan yang tidak dianjurkan, sesuai surat Al- Maidah (5) ayat yang ke-3, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas-kecuali yang segera disembelih sebelum berhembus nyawanya-serta yang disembelih atas nama berhala.

Anggota tubuh hewan yang harus disembelih adalah lehernya, agar hewan cepat mati. Di bagian leher terdapat pembuluh darah utama (arteri karotis), saluran nafas tenggorokan (laring), saluran cerna kerong- kongan (faring) dan urat saraf yang menghubungkan kepala dengan tubuh. Pembuluh darah utama dan saluran nafas tenggorokan merupakan organ yang sangat vital untuk kehidupan. Oleh karena itu pada penyembelihan, kedua organ itu harus terputus.

Tujuannya agar hewan cepat mati sehingga tidak tersiksa., Demikian juga alat penyembelihan harus tajam. Pada hakekatnya, semua mazhab sependapat dengan ketentuan- ketentuan tersebut di atas. Mazhab Maliki dan Hanafi memberi kelonggaran, bahwa bila seseorang lupa menyebut nama Allah ketika menyembelih, maka hal itu masih dapat ditoleransi. Mazhab Syafii berpendapat bahwa perintah menyebut nama Allah pada ayat-ayat tersebut di atas adalah sunnah dan merupakan anjuran saja, bukan kewajiban. Adapun alasannya sebagai berikut:

Pertama: Dalam QS Al-Maidah (5) ayat yang ke-5 Allah Swt. menghalalkan sembelihan ahl al-kitab, padahal umumnya mereka tidak menyebut nama Allah ketika menyembelih. Hal ini menunjukkan bahwa penyebutan nama Allah bukan syarat sahnya penyembelihan.

Kedua: Hadis Nabi Saw., sebagaimana tersebut di bawah ini: Dari Aisyah r.a. meriwayatkan: ada sejumlah orang bertanya kepada Nabi saw.: Ada seorang yang datang kepada kami membawa daging yang kami tidak tahu apakah disebutkan nama Tuhan (pada waktu menyembelihnya) atau tidak". Rasul menjawab: "Kamu sendiri yang membaca nama Allah untuk daging itu dan setelah itu makanlah".

Menurut keterangan Aisyah istri Nabi Saw: Orang-orang yang bertanya itu para mualaf, yang baru saja masuk Islam. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud dan An-Nasai melalui istri Nabi Saw., Aisyah). Perlu dikemukakan di sini, bahwa penyembelihan hewan yang dilakukan ketika mendirikan bangunan dan menanam kepala hewan yang disembelih itu dengan maksud "menolak bala", merupakan salah satu bentuk penyembelihan atas nama berhala. Demikianlah ketentuan-ketentuan yang dipaparkan dalam Al-Quran dan hadis mengenai bahan makanan yang halal dan yang haram.




Sumber:

Buku Makanan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Ilmu Gizi oleh Dr. Hj. Tien Ch. Tirtawinata Sp.GK