Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teungku Abdullah Husin, Ulama dan Tokoh Revolusi 45

Teungku Abdullah Husin, Ulama dan Tokoh Revolusi 45

Perlu ada di antara anda satu kelompok umat yang bertugas di bidang dakwah, mengajak manusia berbuat kebajikan, menyuruh berbuat makruf dan melarang berbuat mungkar. Mereka itulah umat yang berjaya sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-quran Surat Ali Imran ayat yang ke-104.


Datang panggilan Hari itu, hari Jumat tanggal 3 Zulkaidah 1403 Hijriah (12 Agustus 1983). Seorang khatib dalam masjid-masjid utama di Tanah Aceh dalam khotbahnya membahas hal-hal sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, sejarah, cita-cita politik yang terkandung di dalamnya dan Angkatan 45 yang mendukung proklamasi tersebut.

Dia, Teungku Abdullah Husin yang pada hari itu menjadi khatib pada Masjid Indrapuri, masjid yang beberapa ratus tahun yang lalu dibangun Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam, juga membahas peranan para ulama dan pemimpin Islam di Tanah Aceh yang berjihad mempertahankan dan mengisi Proklamasi 17 Agustus 1945.

Dalam hubungan melanjutkan Revolusi 45, Teungku Abdullah Husin dalam khotbahnya menekankan perlu adanya "Angkatan Penerus" yang beriman tangguh, berakhlak tinggi, menyuruh makruf dan melarang mungkar. Sebagai dalil untuk menguatkan ajakannya, beliau membacakan ayat 104 dari Surat Ali Imran, yang terjemahannya telah saya nukilkan pada awal uraian ini. Dalam menilai Angkatan Muda sekarang yang akan menjadi Angkatan Penerus, Khatib Teungku Abdullah Husin merasa cemas dan gusar, hatta beliau bertanya:

"Kalau kami yang telah tua ini dipanggil Allah untuk kembali ke hadaratnya, akan munculkah dalam kalangan angkatan muda sekarang pemimpin-pemimpin yang beriman tangguh, berakhlak mulia dan berjiwa ikhlas, untuk melanjutkan perjuangan kami ...?"

Pertanyaannya berakhir sampai di sini. Khatib Teungku Abdullah merasa dadanya sakit dan tangan kanannya mengurut dada yang terasa sakit, yang rupanya serangan jantung datang mendadak, dan beliau pun memenuhi panggilan Allah, Khaliqnya Pada saat yang kritis itu, tidak semua jemaah Jumat kebingungan. Salah seorang di antara jemaah, tanpa ada yang menyuruh dengan tangkas naik mimbar dan melanjutkan "Khotbah Jumat", sehingga upacara salat Jumat di Masjid Indrapuri pada hari itu berlanjut sampai selesai, kecuali tiga orang yang mengangkat Teungku Abdullah Husin ke mobil untuk dibawa ke puskesmas, termasuk seorang dokter dari yang tiga itu ... Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun! ...

Siapa Teungku Abdullah Husin

Dalam kalangan keluarga beragama, dalam tahun 1919 (1337/1338 Hijriah) Abdullah lahir di Kampung Lhou Indrapuri, pada saat para ulama yang turun dari "medan gerilya" mulai membangun kembali pusat-pusat pendidikan Islam yang bernama dayah, termasuk dalam kelompok para ulama tersebut Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri.

Beliau membangun kembali Dayah Indrapuri yang selama berlangsung Perang Kolonial di Aceh menjadi berantakan. Di tengah-tengah suasana pembangunan kembali pusat-pusat pendidikan Islam, Abdullah lahir, dan setelah usia-belajar, beliau bersekolah pada Gouvernement Inlandsche School (sekolah dasar pemerintah Hindia Belanda) dan sorenya belajar pengetahuan Agama Islam pada Dayah Indrapuri yang telah menjelma menjadi "Madrasah Hasbiyah Indrapuri" yang dipimpin Teungku Haji Ahmad Hasballah.

Madrasah Hasbiyah yang terkenal sebagai pusat pendidikan Islam yang menekankan pendidikannya pada pemurnian akidah dan pembebasan ibadah dari bidah dan khurafat, telah membina pemuda Abdullah menjadi muslim yang tangguh imannya dan kuat semangat jihadnya. Pemuda Abdullah yang kemudian melanjutkan studinya pada Makhad Iskandar Muda (MIM), Lampaku, yang dibangun Teuku Panglima Polem Muhammad Daud, kemudian menjadi anggota Pemuda PUSA dan prajurit Kasysyafatul Islam yang militan, dan setelah dewasa menjadi tokoh pergerakan politik Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Aceh, yang dipilih rakyat dari daftar calon PSII dan kemudian Partai Persatuan Pembangunan.

Teungku Abdullah Husin telah sejak lama menjadi Anggota Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh pada Komisi Fatwa. Serangan jantung pertama kira-kira empat tahun yang lalu, setelah beliau mengemukakan pendapat dalam rapat pleno Majelis Ulama di Banda Aceh, dan setelah mendapat perawatan Dokter Fauziyah Saleh, malam itu Teungku Abdullah diangkut ke Rumah Sakit Malahayati, Banda Aceh; kira-kira satu bulan di rumah sakit yang menamakan diri dengan nama seorang Laksamana Wanita Aceh, yang armadanya pernah menggempur armada Portugis di Selat Malaka.

Adapun serangan jantung pada waktu beliau membaca khotbah Jumat pada tanggal 12 Agustus 1983 itu adalah serangan yang ketiga, sementara serangan kedua terjadi di Medan. Sekalipun sudah sering sakit, namun Teungku Abdullah tidak pernah absen dalam perjuangan menegakkan Agama Allah. Setelah kegiatan politiknya dikurangi dalam PSII atas nasehat dokter berhubung kesehatannya, beliau aktif dalam Yayasan Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri, sebagai salah seorang Ketuanya, yang aktif sehari-hari, sementara Ketua Umumnya adalah Bupati/Kepala Daerah Tingkat II Aceh Besar, dan A. Hasjmy menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Yayasan tersebut.

Sebelum sakit, Teungku Abdullah Husin terkenal sebagai pemimpin Islam yang bersikap keras. Tetapi setelah kesehatan jantungnya terganggu, sikapnya yang keras menurun, menjadi agak lembut, meskipun sekali-kali sikap kerasnya mengapung juga ke atas.

Patah tumbuh hilang berganti

Seharusnya almarhum Teungku Abdullah Husin tidak usah gusar tentang angkatan muda yang akan menggantikan Angkatan 45 yang sudah mulai dipanggil Allah seorang demi seorang. Pepatah kita yang berbunyi: "patah tumbuh, hilang berganti", memang ada kebenarannya. Pertanyaan Teungku Abdullah dalam khotbah Jumatnya pada tanggal 12 Agustus 1983 itu, pada saat akan mengakhiri hayatnıya, pada waktu itu juga telah terjawab.

Naiknya ke mimbar Jumat seorang teungku muda untuk melanjutkan khotbah Jumat Teungku Abdullah Husin yang terhenti, karena beliau memenuhi panggilan Allah, pada hakikatnya adalah jawaban langsung terhadap pertanyaan almarhum. Teungku muda tersebut dengan sikapnya yang tangkas itu, seakan-akan menjawab pertanyaan Teungku Abdullah Husin: "Wahai Pak Abdullah! Jangan cemas, kami Angkatan Muda Islam telah siap untuk melanjutkan perjuangan Bapak. Bapak dan kawan-kawan Bapak boleh berangkat dengan hati yang tenteram, kapan saja datang panggilan Allah; kami telah siap melanjutkan perjuangan menegakkan kebenaran yang tidak pernah akan berhenti. Kami mungkin sewaktu-waktu boleh tertarung, tetapi panji-panji perjuangan akan berkibar terus ..


Sumber:

Kutipan dari Buku Ulama Aceh (Mujahid Pejuang Kemerdekaan Dan Tamadun Bangsa) yang di susun oleh A.Hasjmy