Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Sultan Al-Ghuri dikritik Ulama Terkemuka

Kisah Sultan Al-Ghuri dikritik Ulama Terkemuka


"Dimasa Sultan Gansu Al-Ghuri (Sultan dinasti Mamalik Mesir) hiduplah Syeikhul Azhar Al-imam Ash-shalih Al-wara' Al-mujahid Az-zahid Syamsuddin Ad-dairuthy Ad-dimyathy. Suatu hari beliau mengkritik Sultan Al-Ghuri karena meninggalkan jihad. Maka sultanpun memanggilnya. Ketika beliau sampai di majlis sultan beliau memberi salam. Sultan diam dan tidak menjawab salam Syeikh.

"Jika kau tidak menjawab salamku maka kau adalah fasiq dan kau akan diturunkan dari tahtamu"

Lalu sultanpun terpaksa menjawab salam.

"Kenapa anda mencela saya karena meninggalkan jihad padahal anda tau kami tidak punya kapal untuk berjihad"?

Tanya Sultan.

Syeikh menjawab: "Tapi kau punya harta utk membuatnya"

Kemudian keduanya berdebat panjang hingga kemudian Syeikh berkata kepada Sultan:

"Sungguh kau telah melupakan nikmat Allah kepadamu dan membalasnya dengan kemaksiatan. Tidakkah kau ingat ketika engkau masih Nasrani kemudian mereka menawanmu lalu menjualmu dari satu tangan ke tangan yang lain? Kemudian Allah melimpahkan karunia-Nya kepadamu dengan kemerdekaan dan islam serta menjadikanmu Sultan atas makhluk-makhlukNya.

Sebentar lagi kematian akan mendatangimu dimana obat-obat dokter takkan lagi bermanfaat dan kaupun mati, dikafani. Orang-orang akan menggali untukmu kubur yg gelap kemudian hidungmu ini akan dimasukkan kedalam tanah.

Lalu kau akan dibangkitkan dalam keadaan haus dan telanjang lalu kau akan berdiri di depan Hakim yg Adil yg tak menzalimi sekecil apapun. Kemudian akan ada penyeru yg menyeru: Siapa yg punya hak dan pernah dizalimi oleh Al-Ghuri hendaklah datang. Maka berdatanganlah manusia yg hanya Allah yang tau jumlahnya."

Tiba-tiba wajah sultan menjadi pucat. Pembantu sultanpun berkata kepada Syeikh: tolong bacakan Alfatihah utk sultan ya Sayyidi, kami takut sultan akan hilang akalnya.

Kemudian Syeikh pergi dan sultapun siuman lalu meminta agar syeikh dihadirkan kembali dan sultan memberikan sepuluh ribu dinar untuk membantu pembangunan menara Dimyath.

Syeikh menjawab: Saya punya banyak harta dan tak butuh pada pertolongan seorangpun. Bahkan jika kau membutuhkan, saya siap meminjamkannya kepadamu."

Di majlis itu tak terlihat orang yang lebih berwibawa melebihi Syeikh dan lebih rendah melebihi Sultan.

Begitulah kehidupan para ulama sejati. Beliau menginfakkan 40.000 Dinar untuk membangun menara Dimyath tanpa sepeserpun bantuan dari orang lain. Sehari-harinya beliau berjualan sayuran dan tak sedikitpun mengambil upah dari pekerjaan sebagai seorang fuqaha. Beliau melarang keras murid-muridnya memakan harta waqaf orang serta menerima sedekah mereka karena hal itu akan mengotori hati.

Semoga Allah meridhoi mereka."