Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sunnah Fi'liyah Dalam Perspektif Ushul Fikih

 

Sunnah Fi'liyah Dalam Perspektif Ushul Fikih

Para Ulama ahli Ushul Fikih menetapkan bahwa pekerjaan atau perbuatan Rasulullah itu terbagi kedalam beberapa bagian yaitu:

  1. Perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabiat manusia seperti makan,minum, berdiri, dan duduk. Hukumnya adalah mubah ntu pribadi beliau maupun untuk umatnya.
  2. Perbuatan atau pekerjaan yang kuhsus untuk Nabi sendiri seperti kebolehan Nabi berpuasa wishal dan menikah lebih dari 4 istri. Maka perbuatan Nabi seperti ini tidak boleh di conto oleh umatnya.
  3. Peerjaan dan perbuatan Nabi yang menjadi penjelsan bagi firman Allah atau sabda beliau yang berhubungan dengan Al-qur'an. Kalau firman Allah itu menunjukkan kepada hukum wajib maka Nabi menerangkan bahwa hukumnya Wajib, begitu juga sunat,mubah, makruh dan haram.
  4. pekerjaan dan perbatan Nabi yang bukan tabiat kemanusiaan dan bukan pula khusus untuk pribadi Beliau dan bukan pula berupa penjeasan dari Al-qur'an. Maka hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Menurut As-Syaukani dalam kitabnya "Irsyadul fuhul" memilih pendapat yang hukumnya sunat dengan alasan bahwa setiap perbuatan yang nyata padanya dengan sengajamendekatkan diri kepada Allah sekurang-kurangnya hukumnya adalah Nadb (sunat) tingkatannya. pendapat yang dipiliholeh Syaukani ini sesuai dengan pendapat Imam Al-Amidi, dalam A-Ahkam dan Ibnu hajib dalam A-Muktashar. 
  5. Jika suatu perbuatan yang dikerjakan Nabi tidak nyata sengaja untuk mendekatkan diri kepada Allah maka ada beberapa pandangan para Ulama. Al-Amidi mengatakan bahwa perbuatan itu tidak memberikan faedah kepada sunnah dengan sendirinya, bahkan menunjukkann penggabungan antara wajib sunnah dan mubah, yakni boleh jadi itu hukumnya menjadi wajib, boleh jadi hukumnya sunnah dan boleh jadi hukumnya mubah. hanya yang terang pekerjaan itu tidak dilarang untuk dikerjakan karena Nabi pernah mengerjakannya. Sedangkan Al-hajib mengatakan bahwa hukumnya adalah mubah.Sedangkan Imam Asy-Syaukani mengatakan bahwa hukumnya adalah sunnah.Karena sesungguhnya perbuatan Nabi itu walaupun tidak nyata dengan sengaja mendekatkan diri kepada Allah. Namun dapat dipastikan bahwa perbuatan nabi itu untukmendekatkan diri kepada Allah. itu artinya hukumnya adalah sunnah dan tidak seharusnya dikatakan bahwa perbuatan itu tingkat hukumnya adalah mubah.


Adapaun pandangan yang lebih kuat di antara pendapat di atas adalah apa yang dikatakan oeh Al-Amidi yaitu apabila Nabi mengerjakan suatu pekerjaan, tidak nyata bahwa pekerjaan atau perbuatan itu dilakukan dengan sengaja untuk mendekatkan diri kepada Allah dan tidak pula adanya perintah tegas untuk dikerjakan maka perbuatan itu menunjukkan kepada "tidak dilarang" bukan menunjukkan kepada wajib dan bukan pula menunjukkan kepada mubah. 
Demikianlah keterangan tentang perbuatan atau pekerjaan yang pernah dikerjakan Nabi maka terbagi kepada 5 macam.


Baca juga: Metode Penafsiran Al-Qur'an

Namun adapula ulama yang lain yang menjelaskan bahwa perbuatan yang yang pernah dikerjakan oleh Nabi itu terbagi kepada tujuh macam. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

  1. Pekerjaan Nabi yang tidak ada sangkut paut dengan persoalan hukum, seperti gerak gerik tubuh Beliau.
  2. Perbuatan Nabi yang tdak berhubungan dengan persoalan Ubudiyah, dan nyata pula bahwa perbuatan itu dari urusan tabiat manusia seperti berjalan, berdiri, duduk dan lainnya. tentang hal seperti ini tidak menunjukkan suatu hukum baik itu bersifat wajib maupun sunnah. Hanya menunjukkan kepada mubah saja.
  3. Perbuatan Nabi yang dapat difahami dari cara mengerjakannya bahwa perbuatan itu dikerjakan Nabi atas dasar supaya dapat diikuti oleh umatnya. Seperti Apabila Nabi makan dan minum dengan suatu cara maka perbuatan itu lebih tinggi nilainya dari pada perbuatan yang dilakukan semata atas dasar tabiat, sekalipun belum sampai pada tingkatan yang dikerjakan atas dasar ubudiyah. tentang ini tidak termasuk bagian yang diperintahkan supaya umat islam mengikutinya.
  4. Perbuatan Nabi yang telah diketahui dengan nyata hanya khusus bagi pribadi Nabi seperti kebolehan Nabi berpuasa wishal dan menikah lebih dari 4 istri. Maka perbuatan Nabi seperti ini tidak boleh di conto oleh umatnya.
  5. Perbuatan Nabi yang dikerjakan terhadap seseorang sebagai siksa. Tentang ini perlu diperhatikan lebih dahulu sebab NAbi mengerjakannya nyata sebabnya bagi kita,maka dapatlah kita mengiutinya manakala sudah diperoleh sebab yang sama.jika belumdiperoleh sebabnya yang terang bagi kita maka tidak harus mengikutinya.
  6. Perbuatanyang dikerjakan Nabi untuk menerangkan hukum yang bersifat mujmal maka ini tergantung kepada yang diterangkannya. kalau mujmal itu wajib,maka menjadi wajiblah hukumnya,kalau yang mujmal itu hukumnya sunat maka sunatlah hukumnya untuk dikerjakanoleh umatnya.
  7. Perbuatan Nabi yang dikerjakan untuk menerangkan kebolehan saja, walaupun asalnya tidak disukai oleh beliau, seperti beliau mengerjakan sesuatu yang sudah pernah beliau melarangnya. tentang hal seperti ini menunujukkan kebolehan untuk diikuti oleh umatnya.      
Sumber: 
Buku Kembali Kepada Al-Qur'an dan sunnah 
oleh: Munawar Khalil