Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Muzakarah PUSA Dalam Menyelesaikan Masalah Pendidikan di Aceh

Muzakarah PUSA Dalam Menyelesaikan Masalah Pendidikan di Aceh

Untuk menyelesaikan beberapa permasalahan dalam pendidikan, dan juga beberapa masalah lainnya yang berhubungan dengan sistem pengajaran antara guru dan murid yang ada di madrasah, maka pada tanggal 1 dan 2 oktober tahun 1936, dilaksanakan musyawarah tentang pendidikan secara khusus dibanda Aceh.[1] Musyawarah tersebut terdiri dari dua bagian rapat: a) Rapat Tertutup yang berlangsung di Banda Aceh, dan b) Rapat Umum yang berlangsung di Leubuk, kira-kira berjarak sepuluh kilometer dari kota Banda Aceh.

Musyawarah tersebut dihadiri oleh unsur ulama dan unsur penguasa. Yang hadir dalam rapat tertutup adalah:

1) Pihak Penguasa

Yang hadir adalah sebagai berikut:
  1. T. Muhammad Ali, mewakili ayahnya T. Pangli Polem Muhammad Daud.
  2. Teuku Mahmud Pakeh, sebagai Ule balang XII Mukim Pidie. 
  3. T. Hasan panglima mesigit raya. 
  4. T. Muda dalam panglima meugoe, ulee balang Bambi 
  5. Teuku Tjek Ulee Balang IV Mukim Ateuk.
  6. Teuku Ali, Ulee Balang Keurukon. 
  7. Teuku Nyak Arief. 
2) Pihak orang yang dituakan
  • T. Nyak Baet.
  • T. Tjut Hasan Meuraxa 
  • T. Johan meuraxa 
  • Teungku Nyak Mansur 

3) Pihak Ulama
  • Tgk. Zakaria Teupin Raya
  • Tgk. Abdullah Lam U 
  • Tgk. Usman Gigieng 
  • Tgk. H. Hasan Krueng Kale 
  • Tgk. M. Amin Jeumphoh 
  • Tgk. Muhammad Saleh Iboih 
  • Tgk. Abdurrani 
  • Tgk. Abdul; Wahab Seulimum. 
  • Tgk. Umar Meureudu 
  • Tgk. Muhammad Hasbie Ash-shiddiqie Banda Aceh 
  • Tgk. AbdullahMeureudu 
  • Tgk. Muhammad Amin Alue 
  • Tgk Abdullah Ujong Rimab 
  • Tgk. Hasbalah Indrapuri 
  • Tgk. Muhammad Daud Beureueh 
  • Tgk. H. Trienggadeng 
  • Tgk. Muhammad Amin (tgk. Diyan) Garut 
  • Tgk. H. Hasbalah Pase 
  • Tgk. Jalaluddin Amin Sungai Limpah.[2] 
Adapun acara pokok yang dibahas dalam rapat tertutup adalah sebagi berikut:
  1. Bolehkah ilmu seperti Jughrafiya, kimiyah, ilmu kesehatan dan segala macam ilmu yang menjadi pokok kemajuan dipelajari oleh umat Islam.?
  2. Bolehkah pelajaran-pelajaran tersebut dimasukkan kedalam sekolah-sekolah agama.? 
  3. Bolehkah perempuan berguru kepada orang laki-laki di tempat yang dirasa aman dan terpelihara.? 
Ini merupakan perbedaan yang ada antara ulama yang tradisional (kaum tua) dan para ulama pemabaharu (kaum muda). Untuk itu dalam rapat tersebut yang dihadiri oleh ulama kaum tua dan ulama kaum muda untuk bermusyawarah, diskusi dan bertukar pendapat dalam rangka melerai permasalahan tersebut yang adalam dalam dunia pendidikan di Aceh. Adapun hasil dari musyawarah tersebut diperoleh kesepakatan bersama sebagai berikut:
  1. Tiada sekali-kali terlarang dalam agama islam, kita mempelajari ilmu keduniaan yang tiada berlawanan dengan syari’at. Bahkan wajib dan tidak layak ditinggalkan buat mempelajarinya.
  2. Memasukkan pelajaran-pelajaran umum itu kedalam sekolah-sekolah agama memang menjadi hajat sekolah-sekolah itu.
  3. Orang perempuan berguru kepada laki-laki tidak ada halangan dan tidak tercegak pada syarak.[3]
Dengan adanya musyawqarah dan keputusan musyawarah yang demikian, maka pertentangan itu menjadi reda sehingga pendidikan dapat berjalan dengan lancar.


Referensi:

[1] A. Hasjmy, Bunga Rampai Revolusi dari Tanah Rencong, cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 93.
[2] A. Hasjmy, Bunga Rampai Revolusi dari Tanah Rencong, cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 93-94.
[3] A. Hasjmy, Bunga Rampai Revolusi dari Tanah Rencong, cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 95