Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kaidah Khusus Kepemilikan

Kaidah Khusus Kepemilikan

Khususiyah Milkiyah (Kaidah-kaidah Khusus Kepemilikan)

Pemilikan dalam segala bentuk dan coraknya mempunyai be- berapa kekhasan yang berbeda sebagian dari sebagian yang lain. Kekhasan ini mempunyai tanggapan-tanggapan syara' yang dapat diterima oleh sebagian pemilikan dan tidak dapat diterima oleh sebagian yang lain.

Kekhasan ini tidak dibahas secara khusus oleh para fuqaha kita.

Kekhasan pertama, ialah:

إِنَّ مِلْكَ الْعَيْنِ يَسْتَلْزِمُ مَبْدَئِياً مِلْكَ الْمَنْفَعَةِ وَلَا عَكْسَ.

"Memiliki benda mengharuskan sejak dari semula memiliki manfaat tidak sebaliknya".

Yakni: "dengan kita memiliki 'ain (benda), dengan sendirinya kita sudah miliki manfaatnya".

Jelasnya, memiliki benda dengan sendirinya memiliki manfaat, tidak segera, bisa lambat, tetapi tetap kita akan bisa memiliki manfaat. Sebaliknya kita memiliki manfaat, tidak mengharuskan kita memiliki 'ain, seperti keadaan sewa-menyewa.

Kekhasan kedua, ialah:

إِنْ أَوَّلَ مِلْكِيَّةِ تَثْبُتُ عَلَى الشَّيءٍ الَّذِي لَمْ يَكُنْ مَمْلُوْكًا قَبْلَهَا إِنَّمَا تَكُوْنُ دَائِمًا مِلْكِيَّةً تَامَّةً.

"Permulaan milkiyah yang diterangkan atas sesuatu yang sebelumnya belum menjadi harta milik, selalu merupakan milikiyah yang sempurna".

Sesuatu yang kita miliki, dan tidak dimiliki oleh orang lain lebih dahulu, merupakan milkiyah tammah. Kita miliki bendanya dan juga manfaatnya. Tegasnya, milkiyah tammah atau yang dikatakan milkiyah pertama, tidak mungkin dilakukan atas manfaatnya saja.

Milkiyah pertama, ialah yang dikatakan ihrazul mubahat, dan tawallud minal mamluk.

Kekhasan yang ketiga, ialah:

إِنَّ مِلْكِيَّةَ الْعَيْنِ لَا تَقْبَلُ التَّوْقِيتَ. أَمَا مِلْكِيَّةُ الْمَنْفَعَةِ فَالْأَصْلُ فِيهَا التَّوْقِيْتُ.

"Milkiyah benda (materi) tidak dapat ditentukan waktunya. Adapun milkiyah manfaat maka pada asalnya ditentukan waktunya".

Milkiyah 'ain, apabila telah diperoleh dengan salah satu sebab, menjadilah dia milkiyah mu'abadah. Dia dapat berpindah dari se- orang kepada orang lain, dengan ada sesuatu yang memindahkan."

Kekhasan yang keempat, ialah:

إِنَّ مِلْكِيَّةَ الْأَعْيَانِ لَا تَقْبَلُ الْإِسْقَاطَ، وَإِنَّمَا تَقْبَلُ النَّقْلَ.

"Milkiyah benda tak dapat digugurkan, hanya dapat dipindah- kan dari suatu tempat ke tempat yang lain".

Karenanya kalau seseorang menggugurkan milkiyahnya dari sesuatu yang dimiliki, tidaklah itu dapat mengugurkan milkiyahnya. Atas dasar inilah syari'at Islam melarang saibah.

Mengapa syariat Islam tidak membenarkan saibah. Karena saibah menggugurkan hak bukan melepaskannya.

Dalam pada itu dikecualikan wakaf atas pendapat ulama yang mengatakan, bahwa waqaf itu merupakan isqath bagi milkiyah waqif, bukan tabarru'. Lantaran inilah fuqaha mentakrifkan waqaf dengan:

حَبْسُ العَيْنِ عَلَى حُكْمِ مِلْكِ اللَّهِ تَعَالَى وَالتَّصَدُّقُ بِالْمَنْفَعَةِ.

"Menahan harta untuk diserahkan kepada hukum milik Allah swt. dan menyedekahkan manfaatnya".

Menurut pendapat karni, wakaf itu, ialah: "berpindahnya milkiyah 'ain yang diwakafkan kepada jihat khairiyah dengan menganggap bahwasanya jihat khairiyah itu, merupakan syakhshiyah hukumiyah (badan hukum)".

Kekhasan yang kelima, ialah:

إِنَّ الْمِلْكِيَّةَ الشَّائِعَةَ فِي الْأَعْيَانِ الْمَذِيَّةِ، هِيَ فِي الْأَصْلِ كَا الْمِلْكِيَّةِ الْمُتَمَيِّزَةِ الْمُعَيَّنَةِ فِي قَابِليَّةِ التَّصَرُّفِ إِلَّا لِمَانع.

"Milkiyah yang berkembang pada harta-harta yang berupa benda (materi) pada asalnya sama dengan milkiyah yang tertentu yang berbeda dari yang lain di dalam dapat menerima tasarrufnya kecuali ada sesuatu penghalang".

Karenanya sah dijual hishsah sya'iah, sah mengadakan perbaikan (perdamaian) terhadapnya, sah mewakafkannya, sah mewasiatkannya, baik si penjual itu memiliki hishsah yang ada akadnya saja, atau memiliki semuanya. Dalam pada itu dikecualikan akad rahn, hibah dan ijarah.

Kekhasan yang keenam, ialah:

إِنَّ الْمِلْكِيَّةَ الشَّائِعَةَ فِي الدُّيُوْنِ الْمُشْتَرِكَةَ، وَهِيَ تَتَعَلَّقُ بِالذِّمَمِ لَا تَقْبَلُ الْقِسْمَةَ.

"Milkiyah yang berkembang pada hutang-hutang yang diperserikatkan; dan dia itu berpautan dengan tanggung jawab, tidak dapat dibagi-bagi".

Karenanya apabila diterimakan hutang-hutang yang dikongsikan, berpautanlah milkiyah pada yang diterima itu, lalu menjadilah dia milkiyah 'ain, bukan hutang lagi. Dan dibagilah benda yang telah diterima itu diantara orang-orang yang mempunyai hishshah.

Penjelasan-penjelasan yang sudah dikemukakan ini, semuanya memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Kemudian perlu sedikit di- jelaskan perbedaan antara tamlik dan ibahah.

Para fuqaha membedakan antara tamlik dan ibahah. Kata mereka:

 الإِبَاحَةُ: الإِذْنُ بِاسْتِهْلاكِ الشَّيْءِ أَوْ بِاسْتِعْمَالِهِ، وَهِيَ لَا تَجْعَلُهُ مَمْلُوكاً، بَلْ دُوْنَ التَّمْلِيكِ.

"Ibahah ialah keizinan (kebolehan) menghabiskan sesuatu atau untuk memakainya. Ibahah-ibahah itu tidak menjadikan benda tersebut menjadi harta milik tetapi di bawah pemilikan seseorang".

Apabila seseorang membolehkan temannya memakan makanannya, atau memetik buah-buahan di kebunnya, maka si teman itu tidak memiliki makanan atau buah-buahan itu, dia tidak berhak menjual atau membolehkan orang lain memakannya. Dia hanya berhak makan sendiri. Ini perbedaan ibahah dengan tamlik. Karena yang me- miliki tamlik atau ibahah, hanya si pemilik sendiri. Hal ini kadang-kadang kurang dapat perhatian kita.

Adapun perbedaan antara memiliki manfaat dan intifa' (memanfa'ati), para fuqaha menyatakan bahwa antara kedua ini ada tiga perbedaan. Perbedaan dari segi makna dan hudud, perbedaan dari segi mansya' dan perbedaan dari segi atsar.

Memiliki manfaat mempunyai ketentuan-ketentuan, seperti si penyewa terhadap manfaat benda-benda yang disewa dan si mauquf 'alaih terhadap manfaat wakaf, itu namanya hak memiliki manfaat.

Intifa' adalah seperti hak duduk di dalam masjid, hak masuk ke dalam tempat-tempat yang kita diperbolehkan memasukinya. Inilah hak intifa', bukan memilikinya.

Memiliki manfaat pada dasarnya lebih kuat daripada milkul intifa', dari segi mansya'nya (dari segi kejadiannya), atau pertumbuhannya. Hak milkul manfaat terjadi dari aqad mumallik (akad yang memberi hak memiliki) yaitu: ijarah, i'arah, washiyah dan waqaf. Hak intifa' lebih umum sifatnya.

Dari segi atsar atau segi pengaruh (bekasan) pemilik manfaat dapat menggunakan manfaat sebagai si pemilik sendiri dalam batas-batas akad yang telah ditetapkan. Karenanya para fuqaha berkata: "Si penyewa boleh menyewakan buku yang dipinjam, kepada orang lain. Si pemilik manfaat sebagai penyewa buku, boleh menyewakan buku itu kepada orang lain. Inilah perbedaannya.

Al Qarafi dalam kitabnya Al Furuq menamakan haqqul intifa' dengan tamlikul intifa'. Al Qarafi juga mengatakan, bahwa tamlikul intifa' (hak memanfaatkan), tak dapat diberikan kepada orang lain.

Referensi berdasarkan Tulisan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam buku Pengantar Fiqh Muamalah