Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENYEGERAKAN SHALAT SHUBUH DI AWAL WAKTU

MENYEGERAKAN SHALAT SHUBUH DI AWAL WAKTU

MENYEGERAKAN SHALAT SHUBUH DI AWAL WAKTU DAN MELAMBATKANNYA KE AKHIR WAKTU

Menyegerakapn shalat Shubuh di awal waktu adalah tindakan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Shalat Shubuh merupakan salah satu dari lima waktu shalat yang memiliki keutamaan khusus. Dalam hadis-hadis Rasulullah SAW, disebutkan betapa pentingnya menyegerakan shalat Shubuh di awal waktu.

352) Jabir ibn Abdullah ra, berkata:

صَلَّى لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ الصُّبْحَ حِيْنَ تَبَيَّنَ لَهُ الصُّبْحُ. (رواه النسائي) 

"Rasulullah saw. mengerjakan shalat Shubuh ketika fajar Shubuh telah terang" (HR. An-Nasa'y; Sunan An-Nasa'y 1: 94) 

353) Aisyah ra. berkata:

كُنَّا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَاةَ الْفَجْرِ مُتَلَّفِعَاتِ بِمُرُوْطِهِنَّ ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ حِيْنَ يَقْبِضْنَ الصَّلاةَ لَا يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الغَلَسِ

"Para perempuan mukminat menghadiri jamaah shalat Shubuh beserta Nabi. Mereka keluar berselubung kain penutup badan yang bercorak. Sesudah selesai shalat mereka pulang. Oleh karena masih gelap, orang tak dapat mengenali mereka." (HR. Al-Jama'ah; Al-Muntaqa 1: 228)

354) Ibnu Abbas ra. berkata:

 قَالَ رَسُولُ اللَّه الْفَجْرُ فَجْرَان: فجْرٌ يُحَرِّمُ الطَّعَامَ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاةُ وَفَجْرٌ تَحْرُمُ فِيْهِ الصَّلَاةُ أَيْ صَلَاةُ الصُّبْحِ وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامَ. (رواه ابن حزيمة)

"Rasulullah saw. bersabda: Fajar ada dua, fajar yang mengharamkan makanan, halal shalat Shubuh padanya dan fajar yang masih haram shalat Shubuh, dan halal makan." (HR. Ibnu Khuzaimah; Bulughul Maram: 34)

355) Abu Mas'ud Al-Anshari menerangkan:

 أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ مَرَّةٌ بِغَلَسٍ ثُمَّ صَلَّى مَرَّةٌ أُخْرَى فَاسْفَرَ بِهَا ثُمَّ كَانَتْ صَلَاتُهُ بَعْدَ ذَلِكَ التَّغْلِيْسُ حَتَّى مَاتَ لَمْ يَعُهْ إِلَى أَنْ يَسْفَرَ. (رواه ابوا داوود)

"Bahwasanya Rasulullah saw, shalat Shubuh pada suatu waktu ketika masih gelap. Kemudian suatu waktu lagi, mengerjakannya ketika telah terang. Sesudah itu tetaplah beliau mengerjakan shalat Shubuh ketika masih gelap hingga wafat, tidak pernah beliau kerjakan di saat telah terang." (HR. Abu Daud; Al-Muntaqa 1: 229)

356) Zaid ibn Tsabit ra. berkata:

تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ قَدْرُمَا  بَيْنَهُمَا قَدْرَ خَمْسِيْنَ اَيَةً

"Kami makan sahur bersama Rasulullah saw., sesudah kami sahur, kami bangun untuk mengerjakan shalat Shubuh. Aku bertanya (Anas): Berapa lama antara habis makan dengan shalat Shubuh? Zaid menjawab; kira-kira sekadar membaca limapuluh ayat." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 329)

357) Rafi' ibn Khadij ra, berkata:

ِقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ أَسْفِرُوْا بِالْفَجْرِ فَإِنَّهُ أَعْظَمُ الِلْآجْر

"Rasulullah saw bersabda: Kerjakanlah shalat Shubuh ketika telah terang, karena mengerjakan shalat Shubuh ketika telah terang lebih besar pahalanya." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 230)

SYARAH HADITS

Hadits (352), menyatakan bahwa permulaan waktu Shubuh adalah terbitnya fajar.

Hadits (353), menyatakan bahwa kita dianjurkan mengerjakan Shubuh di awal waktu dan menyatakan juga kebolehan kaum perempuan menghadiri jamaah shalat ke masjid pada malam hari.

Hadits (354) juga diriwayatkan Al-Hakim. Hadits ini menyatakan, bahwa fajar yang menjadi awal Shubuh ialah fajar yang kedua, bukan fajar pertama. Fajar yang pertama, menurut hadits yang diterima dari Jabir oleh Al-Hakim berupa ekor serigala mengulur ke tengah-tengah langit; memanjang ke atas. Fajar ini sesudah sebentar menyingsing, hilang kembali fajar kedua, fajar yang merentang di kaki langit.

Hadits (55), semua perawinya shahih. Asalnya terdapat dalam Al-Bukhary, Muslim. Al-Khaththaby mengatakan, "Sanad hadits ini shahih." Ibnu Sayyidin Nas mengatakan, "Sanadnya hasan." Hadits ini menyatakan, bahwa dianjurkan kita mengerjakan shalat Shubuh di ketika masih gelap malam di awal waktunya.

Hal ini menjadi pegangan bagi golongan yang menyunatkan kita mengerjakan Shubuh ketika gelap atau di permulaan waktu. 

Hadits (356), menyatakan kebaikan dan keutamaan melaksanakan shalat Shubuh ketika masih gelap. Bahkan hadits ini menyatakan pula, bahwa permulaan Shubuh adalah terbit fajar. Dengan terbit fajar kedua, haramlah makan dan minum bagi orang yang puasa dan masuklah waktu Shubuh. Kadar limapuluh ayat yang disebutkan hadits makan sahur dengan shalat Shubuh, ialah untuk kesempatan berwudhu,

Hadits (357), At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan shahih." Hadits ini menyatakan, bahwa kita disukai mengerjakan Shubuh ketika telah terang, sesudah lama fajar menyingsing.

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, "Tidak ada perbedaan pen- dapat bagi mujtahidin tentang awal waktu Shubuh, yaitu terbitnya fajar kedua. Itulah yang dinamakan fajar shadiq. Fajar kedua ini, merupakan sinar yang putih yang bertaburan di kaki langit. Dinamakan fajar shadiq, karena dia tepat mewujudkan Shubuh, ia tidak hilang-hilang lagi. Shubuh ialah waktu yang mengumpulkan cahaya merah dan cahaya putih. Adapun fajar pertama, dinamakan fajar kadzib, karena ia tidak tepat menyatakan Shubuh, sesudah bersinar, hilang kembali, adalah sinar yang membujur ke atas." Kemudian Ibnu Qudamah berkata pula: "Waktu ikhtiyar, lamanya hingga terang cahaya pagi."

An-Nawawy mengatakan, "Awal waktu Shubuh ialah ketika telah terbit fajar shadiq, yakni fajar yang mengharamkan makan, minum dan jima'. Akhir waktu ikhtiyar bagi Shubuh adalah cahaya terang hingga terbit matahari, dinamakan waktu jawaz." Al-Ishthakhiri mengatakan, "Apakah telah terang cahaya (walaupun matahari belum terbit), habislah waktu Shubuh. Shalat Shubuh sesudah fajar terang adalah menjadi qadha."

An-Nawawy mengatakan, "Menta'khirkan Shubuh hingga terbit sinar merah, yaitu sedikit sebelum terbit matahari adalah makruh. Shalat Shubuh, termasuk shalat siang; karena permulaan siang ialah terbit fajar kedua."

Diterangkan oleh Abu Hamid dalam Ta'liq-nya, bahwa sebagian ulama menetapkan bahwa waktu antara fajar dengan terbit matahari, tidak dimasukkan ke malam dan tidak dimasukkan ke siang hari.

Dihikayatkan dari Hudzaifah, Abu Musa Al-Asy'ary dan Al-A'masy, beliau berpendapat, bahwa akhir malam ialah dengan terbitnya matahari. Karena itu shalat Shubuh adalah termasuk shalat malam.

Ulama berbeda pendapat tentang mana yang utama kita kerjakan shalat Shubuh, di awal waktunya, atau di akhir waktunya? Malik, Asy-Syafily, Ahmad, Ishak, Al-Auza'y, Abu Tsaur, Daud, Ibnu Abi Laila dan Abu Ja'far, Ath Thabari berpendapat, bahwa yang utama mengerjakan Shubuh di awal waktunya, yakni ketika masih gelap. Menanti hingga terang tidak disukai. Pendapat ini diriwayatkan dari 'Umar, Utsman, Ibnu Zubair, Anas, Abu Musa dan Abu Hurairah.

Pendapat ini juga dinukilkan oleh Al-Hazimi dari Khulafaurrasyidin, Ibnu Mas'ud Al-Anshari dan ulama- ulama sahabat. Golongan ini berhujjah dengan hadits (352, 353, 355 dan 356).

Ulama Kuffah, Abu Hanifah dan teman-temannya, Ats-Tsaur, Al-Hasan ibn Hay, dan mayoritas ulama Irak berpendapat bahwa yang utama adalah mengerja- kan shalat Shubuh ketika telah terang (telah isfar), bukan di awal waktu, ketika masih gelap. Golongan ini berhujjah dengan hadits (357).

Ibnu Hazm mengatakan, "Waktu Shubuh lamanya sama dengan waktu Maghrib. Waktu antara terbit fajar dengan terbit matahari, sampai dengan waktu dari terbenam matahari hingga terbenam mega merah di semua masa dan tempat."

Hadits yang diterima dari Rafi' ibn Khadij (357) boleh dipahamkan berlawanan dengan hadits-hadits sebelumnya. Karena itulah golongan Abu Hanifah mengutamakan shalat ketika telah terang.

Kelompok pertama yang mengutamakan shalat di awal waktu mengatakan, "Maksud kata "kerjakanlah shalat Shubuh ketika telah terang", ialah terangnya fajar, bukan terang karena dekat terbit matahari." Sebagian ulama mengatakan, "Dimaksud dengan perkataan "kerjakanlah shalat Shubuh ketika telah terang", ialah panjangkanlah Shubuh dengan memanjangkan bacaan di dalamnya agar Shubuh selesai ketika telah terang."

Masalah ini telah ditahqiq oleh Ibnu Taimiyah, ujarnya, "Sungguh telah puler sekali, bahwa Rasulullah saw. mengerjakan shalat Shubuh, ketika masih gelap, karena demikian, perempuan-perempuan yang datang menghadiri shalat Shubuh kembali ke rumahnya dalam keadaan masih gelap; belum dapat dikenal orang. Karena itu, ahli ilmu menafsirkan hadits Rafi' ibn Khadij dengan dua macam tafsir:

  1. Yang dikehendaki dengan "kerjakanlah Shubuh ketika sudah terang (asfiru bil fajn)" ialah panjangkanlah bacaan Shubuh supaya selesainya Shubuh ketika sudah terang.
  2. Yang dimaksud dengan "kerjakanlah Shubuh ketika sudah terang" ialah pastikan dahulu fajar. Sesudah fajar nyata tiba, barulah kamu mengerjakan shalat Shubuh.
Menurut keterangan Ibnu Mas'ud yang diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Nabi pernah satu kali mengerjakan Shubuh sebelum waktunya di Muzdalifah. Tegasnya, shalat Shubuh lebih utama dikerjakan di awal waktu, bukan di akhir waktu.

Referensi Berdasarkan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy berdasarkan buku 
Koleksi Hadits-hadits Hukum 1 Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah)