Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Imam Ahmad bin Hanbal

Kisah Imam Ahmad bin Hanbal

DIA adalah imam penebar sunnah, pahlawan dalam semua medan ujian, panji kezuhudan dan pemilik isnad. Mereka menginginkannya berpaling dari sunnah, namun mereka telah gagal membuatnya berpaling. Sebab Ahmad memang tidak suka berpaling (mamnu' min ash-sharf). 

Dia membantah semua kesalahan, hingga mereka pun memukulinya dengan cambukan. Dia mengirimkan surat kesyubhatan orang-orang Jahmiyyah, sehingga mereka memasukkannya ke dalam tunggu api yang menjadikannya berkilau' seperti emas.

Mereka menginginkan Imam Ahmad tidak bisa berkata apa-apa, namun ternyata jumhur berteriak lantang membela. Mereka memenjarakannya, namun dakwahnya terbang kemana- mana. Mereka membelenggunya, namun ilmunya pergi ke semua arah. Mereka mengepungnya, namun riwayat hidupnya menebar ke pelosok dunia. 

Ahmad bin Hanbal dan Ahmad bin Dawud, keduanya berada di lembah yang berbeda. Semua akan jelas terlihat di hari Kiamat. Ahmad bin Hanbal bermadzhab sunni, bertujuan suci, tinggi martabat dan ulama salaf. Sementara Ahmad mereka adalah bintang bid'ah, pemilik ramalan dan jauh dari agama.

Imamah menurut Ahmad adalah kata dan kerja, sunnah dan jamaah, penaklukan hawa nafsu dan penghancuran hawa angkara, mengikuti orang-orang salaf, penghormatan terhadap nash, membuang sesuatu yang tidak berguna, menjaga sesuatu yang wajib, berbekal dengan nafilah- nafilah, mengintip hari akhir dan memperpendek angan.

Ahmad bin Hanbal adalah cermin kerja keras dalam keheningan, ijtihad dalam kesejukan, kilatan dalam kerendahhatian, kekerasan dalam ketenangan dan penolakan dalam kehalusan. Sikapnya yang keras mampu menghancurkan tongkat Al-Mu'thasim. Hatinya yang kukuh membuatnya tidak mau bertawakal terhadap Al-Mutawakkil (salah seorang khalifah Bani Abbas). Kemauannya kuat hingga tidak mudah percaya (tsiqah) kepada Al- Watsiq (salah seorang khalifah Bani Abbas).

Mulutnya lembut, namun tegas dan kuat ketika mengatakan 'tidak'. Jiwanya penuh kerelaan, sehingga tidak mau memperjualbelikan nuraninya. Mereka menyiksanya di rumah, namun dia mampu membuat mereka menangis di rumah mereka sendiri. Mereka mendobrak rumahnya, maka dia guncang rumah mereka. Para mata-mata berkeliling mengintainya, namun dia tidak datang menghadap. Mereka mengancamnya, namun dia tidak memenuhinya.

Ahmad bin Hanbal: Mereka melelehkannya dengan api namun dia menjadi kental. Mereka menakut-nakuti dengan pedang namun dia tidak bergeming. Dia diancam dengan keras namun dia tetap kokoh dan kuat. Dunia ingin mengalahkannya, namun ternyata dunia takluk di kakinya. Hikmah membuatnya diam, sementara ilmu membuatnya bicara. Dia jauhi dunia, untuk mendekat ke akhirat. Kebenaran adalah kudanya. Hujjah adalah kekuasaannya. Kebenaran adalah dalilnya. Sunnah adalah tandanya. Keadaan yang paling disukainya adalah kala rotinya telah habis.

Keadaan yang paling dibencinya adalah tatkala pundi-pundinya semakin banyak. Dunia di matanya adalah pakaian, sorban, sepatu dan sepotong roti. Sedangkan akhirat dalam pandangannya adalah, sujud, air mata, tafakkur dan ibrah. Al-Mu'tashim mengancamnya, maka dia beri'tisham (berlindung kepada Allah). Al-Watsiq memberikan ketsiqahan dan setuju untuk mengangkatnya, namun Imam Ahmad berkata, "Aku berlindung kepada Allah." Al-Mutawakkil memanggilnya ke termpat makan, dia berkata, "Sekali-kali tidak!"

Pemahamannya demikian gemuk, sehingga badannya menjadi kurus. Ganjaran yang akan didapat demikian agung, sehingga pakaiannya menjadi lusuh. Rumahnya demikian usang, namun posisinya demikian menjulang. Ilmu dalam pandangannya ada dalam pengetahuan tentang nash. Maksud dan tujuannya adalah Allah. Harapannya adalah ridha-Nya. Suri teladannya adalah Muhammad. Bekalnya adalah zuhud.

Dia memahami keindahan Zuhud dari buku' Hasan Al-Bashri. Dia membaca kebahagiaan para wali dari 'papan terbuka' Said. Dia menemukan mutiara hidup sederhana dari piring' Abu Dzar. Dia putus harap dari manusia laksana Aus. Dia mengecam keras kelompok Jahmiyah sebagaimana dilakukan oleh Ats-Tsauri. Dia demikian bermuram muka di depan orang- orang ahli bid'ah sebagaimana dilakukan Ibnu Abbas. Ahmad dari tempat tinta ke kuburan, dari ujian ke ganjaran, dari adzab ke kesopanan.

"Mereka ingin menyembunyikan kuburannya dari musuhnya

Indahnya ucapan pada kuburnya menunjukkan kuburannya."

Ahmad: Paginya adalah wirid, dhuhanya adalah nafilah, zuhurnya adalah tafakkur, asharnya adalah istighfar, maghribnya adalah inabah (taubat), isya'nya adalah muhasabah, malamnya adalah tangis dan fajamya adalah doa.

Dia membawa kayu bakar di atas kepalanya, lalu menaiki mimbar masjid dan berkhutbah. Dia memetik tanaman dengan upahan di Yaman, kemudian menanamkan bulir-bulir penerimaan di hati orang-orang beriman. Mengalir keringat semangatnya di Irak, tercium wangi namanya di Syam dan haditsnya dibaca di Qairowan. Dia membuat Tabut semangat di Shan'a di depan Abdur Razaq.

Dia menimba atsar dari sumbernya, maka dia dianggap orang paling terpercaya dalam pandangan Yahya bin Ma'in. Perlindungan terhadap benteng syariah adalah tempat diamnya, doa menjelang sahur adalah cemetinya, keningnya di malam hari adalah tikarnya, Kebaikan adalah pedangnya sementara takbir adalah anak panahnya: "Dan bukan kamu yang melempar ketika karnu melempar, tetapi Alah-lah yang melempar. " (Al-Anfal: 17).

Ahmad bertarung dengan menggunakan pena 'naql' saat berhadapan dengan syubhat akal. Untuk menjaga karakter islam dari racun berhala, dia merasa cukup dengan potongan potongan roti daripada harta simpanan Kisra Persia.

Ahmad: Sedikit bicaranya, kuat hafalannya, luas ilmunya, brilian pemahamannya, benar ibadahnya, agung zuhudnya. Standar semua perkara dalam pandangannya adalah wahyu, sunnah adalah pengarah jalan. Syaikh-syaikh bid'ah itu adalah masjid dhirar (masjid yang dibangun orang munafik di Madinah). Bangunan mereka berada di tepi jurang yang dalam. Jika dia menyatakan bahwa sebuah hadits adalah shahih, maka hadits itu tidak ada 'illat (aib)nya. Jika dia menyatakan bahwa seseorang memiliki cela dalam periwayatan, maka para penghafal hadits menyatakan persetujuan. Dengannya tembok-tembok bid'ah berguguran. Syaikh-syaikh sesat akan menderita penyakit pusing tak karuan.

Dia sangat dirisaukan tatkala ingat mati, maka dia pun tidak tertawa. Dia sangat sedih dengan semakin dekatnya perpisahan, maka dia pun tidak pernah berbangga diri. Jika melihat para wali dia menjadi lapang. Namun kala melihat ahli bid'ah dia menjadi demikian sesak. Dia cemberut pada kekayaan dan tersenyum pada kefakiran. Jika dia hadir, maka lenyapnya kebodohan dan orang-orangnya. Jika dia absen maka hadirlah kesesatan dan pemilik-pemiliknya. Harta simpanannya adalah waktunya. Karismanya ada dalam diamnya.

Dia serius mempersiapkan akhiratnya, maka kuruslah badannya. Dia merasa tidak terikat apa-apa dengan dunia, maka kuatlah hatinya. Pemandangan terindah baginya adalah tempat tinta berwarna hitam dan serban-serban berwarna putih. Kemuliaan agama kembali bangkit berkatnya, sehingga kembalilah kemenangan bagi para pembawanya. Saat dia diam, para pengecut berbicara. Saat dia berbicara dalam kondisi genting, maka tampak darinya keagungan-keagungan. Rahasia tekadnya adalah penolakan dan keagungan penolakannya adalah tekadnya.

Rahasia produktifitasnya adalah kesederhanaannya dalam ucapan dan karangan. Kehalalan alasannya karena dia makan yang halal. Dia demikian gigih mempertahankan sunnah, tidak suka tawar-menawar, serius melaksanakan kesepakatan, sehingga dia menang dalam pertarungan. Dia menolak suap. hingga dia berhak mendapatkan lencana. Dia bingung karena 'cemburu', maka bertambahlah ilmunya, Dia demikian dingin dengan kesabaran, maka mengkerutlah kerakusannya.

Dia menjauhi syahwat, maka terbanglah namanya. Hatinya demikian rindu pada akhirat, maka cemerlanglah bintangnya. Dia memberi berita jelek pada Bisyr dan dia menentang Jahm dengan keras, dia mengguncang Ibnu Az-Ziyat dengan ayat-ayat. Ketika mereka mencambuknya, dibalasnya mereka dengan doa baik darinya. Ketika mereka memberi sesuatu padanya, dia memohon kepada Allah untuk melindunginya.

Ketika mereka memenjarakannya, dia berikan pada mereka maafnya. Ketika mereka ingin membuatnya tertawa, dia menangis duka. Ketika mereka menghina dan mencelanya, dia justeru tertawa. Ketika mereka mendekatinya, dijauhinya mereka. Ketika mereka berdiri, dia duduk. Dia datang dengan hikmah, mereka mendatangkan bid'ah. Dia dipenjara saat hidup, mereka membawanya di atas pundak tatkala dia meninggal.

Mereka lembut, aku berlaku keras, mereka pun keras padaku
Dengan kematian aku bersikap lembut hingga merasakannya
Mereka menaikkanku, aku turun dengan menaiki tekadku
Mereka menurunkanku, aku naiki kebenaran jiwaku


Dia berkata, "Ya, sebanyak tiga kali." dan berkata, "Tidak, sebanyak tiga kali!

Mereka berkata, "Diamlah engkau dalam rumahmu."

Dia berkata, "Ya!

Mereka berkata, "Berilah ampunan pada orang yang menzhalimimu!

Dia berkata, "Ya!

Mereka berkata, "Maafkan orang yang memukulimu!

Dia berkata, "Ya!

Mereka berkata, "Sepakatlah dengan apa yang mereka katakan!

Dia berkata, "Tidak!

Mereka berkata, "Lakukan pemberontakan pada penguasa!

Dia berkata, "Tidak!

Mereka berkata, "Terima hadiah-hadiah mereka!

Dia berkata, "Tidak!

Dia adalah bulan purnama penuh, panji dari segala panji, minyak misik terwangi. Dia adalah imam. Wassalam.

Kutipan Dari Buku Hadaa'iq Dzatu Bahjah