Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Islamnya Abdul Ka'bah

Kisah Islamnya Abul Ka'bah

Kehadiran Abdul Ka'bah di rumahnya disambut ramah oleh Nabi Muhammad karena mereka sudah saling mengenal dan biasa bergaul akrab. Tanpa membuang waktu dengan berbasa-basi, Abdul Ka'ba menanyai Muhammad tentang berita kerasulannya. Secara terbuka dan gamblang Nabi Muhammad bercerita dari awal sampai akhir, sejak ia menerima wahyu pertama hingga perintah un tuk menjalankan salat sebagai tanda bukti penyembah an hanya kepada Tuhan Yang Satu. Abdul Ka'ba ternganga. Ia merasakan kekudusan kisah itu, dan alangkah mempesona gambaran mengenai Tuhan dan tata cara menyembah-Nya itu. Karena nya Abdul Ka'ba lalu berseru, " Atas nama ayah dan ibuku serta segenap umat manusia yang tahu akan kebenaran, aku meyakini semua yang engkau katakan, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah, dan engkaulah Utusan-Nya. "

Nabi Muhammad memeluk Abdul Ka'ba seraya matanya berkaca-kaca. Dari saat itu ia memberi gelar Abu Bakar, artinya yang memiliki pagi hari, kepada sahabatnya tersebut. Untuk seterusnya, gelar ini jauh lebih di kenal daripada nama aslinya. Dan Abdul Ka'ba lebih suka menyandang julukan Abu Bakar karena mengandung makna, dia termasuk orang yang menganut Is lam mula-mula sekali. Dari dalam kamar di sebelahnya, Khadijah mende ngar persaksian Abdul Ka'ba itu. Dengan berselimutkan kain berwarna merah jambu pertanda kegirangan hatinya, Khadijah keluar dan berkata, " Percayalah bah wa Allah yang menuntun Tuan, wahai Abu Bakar putra Abu Quhaafa. 

" Dengan kesediaan Abu Bakar menjadi seorang Mus lim, Rasulullah makin mantap keteguhan tekadnya bahwa masyarakat Mekkah pasti akan menerimanya pula pada suatu saat nanti. Abu Bakar seolah menjadi mata air kegembiraannya sebab la menduduki jabatan pen ting dalam tata pemerintahan Mekkah, la hartawan dan saudagar besar, mempunyai paras muka yang lembut dan menawan, memiliki penampilan aristokrat, me nguasai ilmu silsilah, dan pandai menakwilkan mimpi. la cinta kepada orang yang selalu berkata benar, hati hati dalam pergaulan dengan tetangga, tidak pernah ter libat dalam pertikaian antarsuku atau kabilah.

Oleh ka rena itu, oleh penduduk kota, Abu Bakar dipilih menduduki jabatan yang paling musykil, yakni sebagai juru penengah apabila terjadi perselisihan di antara warga masyarakat. Dialah yang berhak menentukan qisas atau hukuman mati serta pembayaran tebusan sebagai ganti rugi dalam perkara pembunuhan. Abu Bakar, semenjak makin akrab bergaul dengan Nabi saw., keimanannya makin kuat. la senantiasa berusaha agar teman-teman sejawatnya mau berdekat dekat dengan Rasulullah untuk mendengarkan imbauan dan keterangannya tentang Islam.

Dan ternyata ikhtiarnya ini banyak membawa hasil. Satu demi satu mereka dengan sukacita menerima penjelasan dari Nabi mengenal berbagai masalah yang berkaitan dengan aga ma baru itu. Islam memang sederhana. Akidahnya tidak berbelit belit. Dengan mudah orang segera tahu apakah Tuhan, siapakah Tuhan, dan bagaimana Tuhan. Begitu bersa haja, namun sangat berkesan di dalam jiwa, sesual sekali dengan bisikan nurani dan tuntutan hidup manu sia sejati. Kesadaran ini lambat laun menyebabkan mata mereka terbuka akan vulgarnya upacara keagamaan yang menyembah tuhan-tuhan patung itu, betapa kasar dan mengungkung mereka dalam kebodohan. Aki batnya, mereka mulai memandang dengan jijik segala tata cara penyembahan itu. Lagipula, agama yang disebarkan oleh Nabi Muhammad itu berasal dari agama Nabi. Ibrahim, dan menemukan: 

" Inilah agama kami yang hilang telah datang lagi. ".. Akhirnya, oleh perkataan-perkataan Nabi Muhammad yang nyata betul bukan keluar dari daya insaniahnya belaka, melainkan tersusun dari kekuatan yang bersum ber dari sesuatu yang jauh di alam kegaiban, mereka tergugah untuk segera diislamkan. Ada sekitar lima belas lelaki terkemuka suku Quraisy, yang datang dengan kesadaran sendiri untuk menjadi makmum di dalam barisan kaum Muslimin. Di antaranya Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf. Sa'ad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubal dillah, Ubaida bin Harits, Jakfar bin Abi Thalib, dan be berapa orang tokoh muda lainnya.

Pada saat yang bersamaan, tatkala orang-orang besar masuk Islam yang jelas bakal menjadi orang-orang terpandang di kalangan umat Islam, begitu pula terjadi atas sejumlah orang kecil yang peranan dan nama mereka tak pernah menonjol, namun jasa mereka tak dapat disepelekan. Misalnya Halimah dari Bani Sa'id, ibu susu Nabi Muhammad pada masa kanak-kanaknya. Tatkala dari kampungnya yang terkucil di tengah ka wasan Badul itu ia mendengar bekas anak asuhnya me manggil orang-orang yang mau percaya supaya masuk Islam, Halimah yang sejak awal mula selalu yakin bah wa Nabi Muhammad pasti akan menjadi manusia termasy hur di kemudian hari, segera mengajak suaminya, Harits, untuk bersama-sama menemuinya di Mekkah. Dan di depan Rasulullah sendiri mereka berdua mengucap kan dua kalimah syahadat tanda kepasrahan kepada Tuhan Yang Tunggal.